Senin, 23 November 2009

Muall.....

Sinaran ultraviolet membelah atmosfer bumi. Menembus dedaunan dan rimbunnya hutan di kejauhan. Banyak manusia sering menanti kepergiannya di tepi pantai kala senja menghampiri. Beno yang belum lancar bicara saja, selalu merengek-rengek pada ibunya agar diajak jalan-jalan ke mall yang bertuliskan benda itu. Dan hari ini, benda itu baru saja nampak dari persembunyiannya di ufuk timur karena cukup lama malu-malu memperlihatkan tubuhnya.

Matahari memang telah terbit, dan aku belum mau beranjak dari masjid. Senandung seorang musisi dari aceh dengan cengkok melayunya yang khas, di tambah perpaduan aransemen musiknya yang apik, masih terngiang-ngiang ditelingaku. Tapi sejujurnya yang membuatku berpikir selepas subuh tadi adalah kalimat yang dilagukan oleh sang musisi. Belakangan aku tahu kalau kalimat itu buah karya Rabiatul adawiyah, sang wanita solehah. kalimatnya seperti ini :
Tuhan, apapun karunia-Mu untukku di dunia…hibahkan pada musuh-musuh-Mu…
Dan apapun karunia-Mu untukku di akhirat…persembahkan pada sahabat-sahabat-Mu
Oh bagiku cukuplah Engkau, Oh bagiku cukuplah Engkau…

Bila sujudku pada-Mu karena takut neraka…bakar aku dengan apinya…
Bila sujudku pada-Mu karena damba surga…tutup untukku surga itu…

Namun bila sujudku demi Kau semata, jangan palingkan wajah-Mu
Aku rindu menatap keindahan-Mu… Aku rindu menatap keindahan-Mu…

Mungkin sebuah kecintaan yang sangat kepada Tuhan-Nya lah yang melahirkan jalinan kata spektakuler ini. Betul-betul sebuah pencapaian sastra terbaik menurutku. Kalau dibandingkan dengan diriku yang kadang sering menunda shalat pas adzan tiba, malas memberi pada pengemis saat uang receh tak ada dalam saku, ataukah puing-puing sekuler masih saja nampak dalam keseharian akibat terlalu lama hidup dalam habitat seperti itu, sungguh belum ada apa-apanya. Jurang perbedaanya jauuh… amat jauh.

***
Semalam pit onthelku masih melaju. Kutinggalkan pondokan teman pas tugas kuliah kelar. Tak yakin mengayuh lebih lama karena mata cukup berat, akhirnya kuputuskan menginap di Mesjid Kampus.
Pagi ini, Bastian yang masih sibuk "menghitung" bulatan tasbihnya senyam-senyum melihatku. Aku berulang kali menguap tapi mata tetap saja terjaga. Kadang pula wajahku mengkerut. Itu yang membuatnya melihatku layaknya seorang pantomim. Tak ada suara tapi ekspresi wajah cukup dalam merefleksikan apa yang ada dihati.
"Jay…Jay…Jainudding !! "sapanya setengah berteriak. Aku kaget saat Ia menepuk pundakku. Mataku membelalak. Refleksku beraksi, tangan Bastian kupelintir. Satu kebiasaanku yang rupanya belum juga hilang.
"siapa hah??!!"teriakku lantang.
"aow..aow..jay, ini Bastian."
" ma..maaf bang. Aku tak tau. Ampun bang, ampuuun!!!"

Ku lepaskan tangannya sembari meminta maaf berkali-kali. Bastian meringis kesakitan.
"dari tadi kau melamun. Jangan banyak melamun, nanti lupa nikah loh?!"candanya padaku sembari mengurut lengannya.
"melamunkan apa sih?"tanyanya lagi penasaran.
"Rabiatul Adawiyah, Bang!"
"Ooo..jadi kamu maunya yang seperti Rabiatul Adawiyah. Wah…susah tuh. Tapi kalau yang rendahan dikit abang ada stok lho !! "ujarnya sambil memainkan kening. Sial,aku terjebak. Canda Bastian semakin menjadi.
"bukan…bukan itu. Ini Cuma masalah cinta, bang. Arrgghh…jangan curiga dulu. Aku Cuma salut saja dengan orang seperti mereka yang menemukan makna cinta sejati dari Tuhan semesta alam!"
"Ooo…"
"termasuk pada Abang loh. Paduka Wayan Sutama Adi Bastian. Ah, geli aku mendengarnya bang!"
"Hah, apanya yang geli?"
"Aa..nggak bang, bukan apa-apa. Gini loh. Dari dulu, ada yang mau aku tanyakan pada abang. Kenapa sih abang mau memeluk Islam? Apanya yang telah menarik hati abang?"
"wah, ente orang yang kesekian kalinya menanyakan hal itu. Tapi ndak masalah, akan kuceritakan padamu. Menghadapi pertanyaan-pertanyaan semacam itu aku akui bahwa aku tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan selain keterangan bahwa tidak ada satupun ajaran dalam islam yang telah merebut hati ane." Ia berhenti sejenak, menatapku agak lama.
Sorot matanya tajam, mengingatkanku pada Imam samudra. Sementara hatiku mulai gundah. Empat tahun mengenalnya sebagai sosok ikhwan beristri dua dan didaulat menjadi imam masjid, membuatku bertanya-tanya."Jangan-jangan ia terpaksa memilih agama ini karena… atau bisa jadi supaya…mungkin juga untuk…siapatau dia…aarrggghh… ." pertanyaan aneh bertubi-tubi menderaku, menghantamku tanpa ampun hingga hampir KO aku dibuatnya. Bastian berdehem sambil memperbaiki posisi duduknya, Persis seperti Wiro Sableng saat berkonsentrasi mengeluarkan kapak Naga Geni 212. Waktu menabuh kencang genderang perang dalam hatiku, membuatnya berdebar sangat.
" Tak ada satupun ajaran dalam islam yang telah merebut hati saya, sebab Islam itu adalah satu keseluruhan yang mengagumkan, satu struktur yang tidak dapat dipisah-pisahkan tentang ajaran spiritual dan masalah-masalah kehidupan. Saya tidak dapat menyebutkan bagian manakah yang lebih menarik perhatian saya. Dalam pandangan saya islam itu laksana sebuah bangunan yang sempurna segala-galanya. Semua bagiannya, satu sama lain merupakan pelengkap dan penguat yang harmonis, tidak ada yang berlebih dan tidak ada yang kurang, sehingga merupakan suatu keseimbangan yang mutlak sempurna dengan perpaduan yang kuat !" terangnya. Aku sedikit lega, pikiran macam-macamku buyar. Namun diskusi tetap berlanjut,
" tapi apakah abang tidak memperhitungkan saat itu bahwa orang islam betul-betul sedang mengalami suatu kemunduran. Padahal orang-orang diluar islam ataupun orang liberal selalu saja menganggap bahkan beralasan bahwa kemunduran itu disebabkan oleh ajaran islam itu sendiri, karena tidak relevannya antara ajaran dengan perubahan zaman. Kenapa abang tidak terpengaruh dengan hal itu?"
" ya betul. Tidak dapat dipungkiri, saat ini apa saja yang didalam ajaran islam merupakan gerak dan maju dikalangan orang islam telah berubah menjadi malas dan beku. Apa yang dalam ajaran islam merupakan kemurahan hati dan kesiapan berkorban, dikalangan orang islam telah berubah menjadi kesempitan berfikir dan senang pada kehidupan dunia sehingga saya benar-benar bingung dibuatnya. Keadaan yang sangat bertentangan dengan orang muslim dulu dan sekarang" katany sambil lagi-lagi membetulkan posisi duduknya.
Ia kembali melanjutkan, " Kemunduran orang Islam bukan disebabkan oleh ajaran yang katanya tidak relevan dengan perkembangan zaman. Alasan yang menurutku terlalu dibuat-buat. Kemunduran yang terjadi adalah karena orang Islam secara berangsur-angsur meninggalkan ajaran islam. Islam masih tetap ada, tapi hanya merupakan badan tanpa jiwa. Padahal islam mengatur setiap lini kehidupan, sebab islam sendiri adalah ideologi. Mereka terlena oleh kenikmatan yang dimodifikasi oleh ideologi kapitalis dengan berbagai tawarannya , kemudian mengambilnya sebagai pandangan hidup yang memang bertujuan untuk semakin menjauhkan kita dari kemurnian ajaran islam. Sebab jika orang islam kembali kepada kejayaannya maka sangat membahayakan posisi Negara kapitalis yang sedang menghegemoni dunia. Kupikir , perlu di bedakan antara islam dan muslim. Sebab kedua hal ini amatlah berbeda. Islam adalah ajaran. Sedangkan muslim sendiri adalah penganutnya yang boleh jadi mengambil islam sebagian saja lalu membuang sebagian yang lain atau secara keseluruhan."
Seperti tayangan sinetron, adegan seru selalu saja dipotong oleh deretan iklan. Diskusi kami tidak panjang sebab setengah jam lagi dosen masuk kelas. Saatnya mahasiswa kembali ke kandang. Kali ini Ia menghadiahiku sebuah buku bersampul putih bertuliskan tinta merah, PERATURAN HIDUP DALAM ISLAM.
Data Diri: [Militokurungkurawal]


penulis adalah seorang mahasiswa UNHAS

COMMENTS :

Don't Spam Here 1

anjrittt...bikin mual saja.

Anonim mengatakan...
on 

Posting Komentar

 

"BERFIKIR IDEOLOGIS, BERTINDAK SIYASIH, ISTIQAMAH DALAM DAKWAH" | Copyright © Hanya Milik Allah SWT | template By: NdyTeeN.. Powered by Blogger.