Rabu, 10 Februari 2010

palestine, tomorrow will be free...

Saat ia di keluarkan dari sulbi, konon -menurut apa yang di yakini- tersebutlah sebuah pertanyaan yang di lontarkan padanya. " Alastuu birobbikum ? " Dan serta merta di jawab" balaa syahidnaa". Semua Nampak tersenyum sembari mengangguk membenarkan. Disodorkanlah berkas-berkas yang mesti di tandatangani sebagai bukti yang akan dipertanggung jawabkan dikehidupan berikutnya. Usai dil-dilan itu disepakati, maka sesuai keteraturan yang telah di gariskan, lahirlah seonggok tulang bernyawa seperti yang banyak terlihat melenggak-lenggok di atas catwalk kehidupan ini. Untung beribu untung, sumpah setia dari setitik nutfah tadi terealisasikan pada keluarga yang tepat. " aku menjadi muslim, horay!! Horray!!! " ucapnya riang.
Menit pertama kemunculannya, darah melumuri sekujur tubuh. Sebuah harapan akan hal yang sama didapati kala napas terakhir berhembus di medan jihad nantinya. Seperti biasa ketika sang calon manusia mengalami peralihan dari alam rahim ke alam dunia, maka perhelatan sengit pun tak terhindarkan. Pertarungan mati-matian dua orang anak manusia beda generasi. Antara yang baru saja di tiupkan roh Vs yang mungkin saja bakal dicabut rohnya. Begitu pula yang Ia alami sebelumnya. Sementara sang ibu berjuang sekuat tenaga, di saat yang sama sang malaikat berdiri tak jauh dari situ. Menunggu-nunggu keputusan langit akan nasib keduanya. Mengira-ngira siapakah yang akan kembali ke pangkuan Tuhannya, apakah satu di antaranya atau tidak sama sekali. Finally, denga mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dua petarung itupun selamat. Selaksa kebahagiaan terukir menghinggapi hati semua kerabat dan keluarga. Tangis sang bayi di sambut iqomah merdu yang entah oleh siapa. Usai diberi nama Ameer oleh pamannya, maka dari titik itulah awal mula petualangan sang bayi di dunia yang fana ini. Malaikat menatapnya, seakan-akan hendak berkata " Welcome to the world, dunia yang masih didominasi para kapitalis dan penguasa tiran! " kemudian perlahan melayang di udara lalu melesat menuju langit.
Detik menjadi menit, berubah menjadi hari lalu berganti menjadi bulan melompati waktu menjadi tahun-tahun penuh rintangan. Ameer tumbuh sesuai kadar kausalitas menuju kesempurnaannya dalam batasan seorang manusia. Dari yang tadinya telentang berubah merangkak, berjalan patah-patah, berlari hingga pandai mandi sendiri. Interaksi dengan alam semesta membuatnya belajar banyak hal. Rupanya ada milyaran pengetahuan di sana yang dapat di akses secara gratis. Sebuah fasilitas yang sengaja disediakan bagi hamba-hamba Allah yang sekiranya mau bersyukur dan memaksimalkan potensi akal mereka. Ameer telah pandai meliuk-liukkan sebatang pensil ke atas kertas. Proses pembelajaran yang di alaminya sungguh menakjubkan, mengalahkan anak-anak lain sepantarannya. Dalam umurnya yang masih pendek itu, ia telah berhasil menghafal seperempat isi al-Qur'an. Seketika saja ia menjadi perbincangan kalangan tua maupun muda, kawan maupun lawan. Wajar saja, hidupnya selalu terkondisikan oleh kalam ilahi dalam gerak dan langkah ayah-ibu dan kedua kakaknya. Mereka memberi contoh yang jarang di temukan pada keluarga lain. Implementasi setiap ayat yang memiliki indikasi untuk di kerjakan oleh individu, memang terefleksikan dalam keseharian mereka.
" Faqih dan Abbas mau jadi Khalifah!! iya kan bas? " angguk Abbas membenarkan kembaran parsialnya itu. Abi dan Ummi saling bertatapan lalu tersenyum melihat kedua anak mereka. Abbas maju menggenggam Ar-roya' lalu berkelakar,
" katakan pada Yahudi biadab itu, hutang Negara Utsmani bukanlah sesuatu perkara yang memalukan. Prancis pun punya hutang, dan hal itu bukanlah apa-apa. Al-Quds merupakan bagian dari tanah Islam. Pada masa Umar bin khaththab kota itu di taklukan dan aku tidak akan mencoreng sejarah dengan kelakuan yang memalukan yaitu dengan menjual tanah suci kepada Yahudi dan mengkhianati tanggung jawab dan kepercayaan rakyat. Yahudi boleh menyimpan uang mereka. Pemerintahan Utsmani tidak akan berlindung di dalam istana yang di buat dengan uang musuh-musuh Islam. "
Seolah tak mau kalah, Faqih maju meraih Ar-roya' lalu ikut-ikutan juga berkelakar,
" beritahu Dr. Hertzl supaya menghentikan rencananya. Aku tidak akan melepaskan Palestina walaupun sejengkal tanah, karena tanah itu bukan milikku, ia merupakan hak kaum muslim. Mereka telah berjihad demi menjaga tanah ini, dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi boleh menyimpan uang dan harta mereka. Apabila suatu hari Negara Khilafah musnah, maka mereka leluasa mengambil palestina tanpa perlu membayar harganya. Tetapi selagi aku masih hidup, maka lebih baik tubuhku ditusuk pedang daripada melihat tanah palestina di khianati dan di pisahkan dari tanah Islam. Dan aku tidak akan merelakan pemisahan bagian dari tubuh kami selagi kami masih hidup. "
"bagaiman Bi, cocok kan kami menjadi Khalifah? " ujar mereka bersamaan setelah berhasil secara sempurna mempraktekkan kata-kata Sultan Abdul Hamid II pada Tahsin Pasha untuk di sampaikan pada orang-orang Yahudi itu.
" cocok. Tapi jadi Khalifahnya tidak boleh bersamaan. Di larang Rasulullah…"
" yaaahhh….!! " keluh mereka bersamaan. Kecewa berat.
Tujuh tahun kemudian deklarasi kembali terulang,
" Ameel mau jadi cuhada…eh, ulama. Eh,... Ulama dan cuhada. Holee…!!!" Ameer nampak kegirangan, sementara kedua kakaknya menyorakinya mengejek. Abi dan Ummi tertawa lebar.
ж ж ж
Langit cerah menaungi bumi. Awan berarakan menuju timur terusir oleh angin dari seronoknya gumpalan putih mempesona. Ameer belumlah juga pulang, padahal masakan Ummi telah memanjakan hidung Abi sedari tadi. Tapi Ia mesti tetap bersabar menunggu kesatria-kesatrianya kembali biar masakan Ummi terasa lebih nikmat. Abbas dan Faqih sudah sejak pagi berangkat Halqoh pada Syekh Ahmad bahrisouv. Bersamaan saat mengantarkan Ameer ke sekolah. Usai menerima pelajaran pertama pagi ini, Ameer dan teman-temannya berhamburan keluar mengerubuni guru olahraga. Lambaian ujung kerudung Ummu syahidah di tarik-tarik. Bocah-bocah lucu ini merengek di ajari cara memanah, padahal agenda itu akan dilaksanakan minggu depan. Tapi dasar Ummu Syahidah keceplosan mengatakannya kemarin, maka terpaksa ia ajarkan saja dengan asal-asalan. Merekapun berebut mempraktekkannya. Walhasil anak panah yang tinggal tiga itu, patah semua. Ameer dan teman sekelasnya tak mau tahu. Mereka masih asyik memperebutkan anak panah yang sudah tak berbentuk lagi. Terus kejar-kejaran sampai merasa lelah.
Empat buah jet B52 dengan logo bintang David di badan pesawatnya, silang menyilang di atas sana. Sesekali terbang begitu rendah dengan kepulan asap mewarnai langit biru merona. Nampak indah sekali melihat aksi manuver yang di mainkan. Tapi sayang sungguh sayang, yang baru saja terlihat tak seindah hati awak-awaknya. Tombol merah pun di pencet. Roket-roket udara melesat menghancurkan sasaran. Mencerai-beraikan kerumunan Ameer yang semula terlihat menggairahkan. Semua berlari mencari perlindungan. Reruntuhan gedung menggigilkan perasaan setiap insan. Kengerian dan ketakutan ikut berpartisipasi menyelimuti hati setiap jiwa. Ameer tercengang, heran dengan yang baru saja terjadi. Ini adalah kali pertama sejak ia mulai mengerti akan keberadaannya di dunia. Seketika ia teringat dengan kedua kakaknya yang sedang Halqoh dengan pamannya di mesjid. Sebuah mesjid yang tak jauh dari sekolah dan reruntuhan bangunan yang barusan diluluh lantahkan. Sebuah mesjid yang di sinyalir oleh Mosaad sebagai tempat pengkaderan mujahid-mujahid muda. Lagi dan lagi roket menghantam area yang sama tapi entah mengapa selalu meleset. Syekh Ahmad keluar bersama para pemuda. Meraih apa saja untuk melawan. Nampaknya mereka masih keheranan. bukankah tinta perdamaian belumlah kering di tandatangani? Bukankah ini adalah minggu pertama sejak gencatan senjata di sepakati? Sehingga rakyat kembali berani beraktivitas setelah hari-hari yang melelahkan?
Pertempuran sengit terjadi. Dari arah yang tak terduga, muncul kawanan panser bersiap melahap siapa saja. Puluhan pasukan berbaju loreng keluar menenteng Avtomat Kalashnikova 1947 buatan Rusia yang populer disebut AK-47 juga senapan organik M16 buatan USA. mengarahkan moncong senjata pada kerumunan bocah-bocah tak berdosa kala teriakan histeris menggema berkali-kali lipat. Dan seperti yang di harapkan pasukan bajingan lagi keparat itu, enam anak kecil tumbang seketika. Timah panas berhasil menembus jidat mereka.
Ketakutan nampak mencekam di wajah Ameer. Guru-guru lainnya juga mengalami hal yang sama. Duduk terpaku di sudut-sudut dinding, menikmati desingan peluru yang mungkin dengan segera akan memenggal napas mereka. Sembilan anak kembali tumbang bersamaan. seorang guru tak pelak menjadi hantaman mematikan amunisi kaliber 5.56. Ameer kenal kerudung itu,
" UMMU…!!!" teriaknya.
Ummu Syahidah terkapar, Napas Ummu tersengal. Ia menjadi sasaran tembak saat maju melempari tentara-tentara kera itu. Ameer berlari menunduk, mendekati Ummu syahidah yang benar-benar telah menjadi syahidah. Beralih mengguncang-guncangkan mayat teman-temannya, menghapus air mata yang tak berhenti mengalir lalu terpaksa kembali ke posisi awal saat dentuman bom membahana. Beberapa Guru mencoba melindungi murid yang tersisa, sesekali terpaku, tak tahu apa lagi yang harus di lakukan. Sementara itu di luar sana, Syekh Ahmad mundur bersama para pemuda menuju sebuah gubuk tua di belakang gedung. Membentuk barisan pertahanan, lalu seketika muncul menyerang menghamburkan peluru agar pertarungan sedikit kelihatan seimbang. Kedua kakak Ameer telah menenteng bongkahan batu dan bom Molotov. Dentuman meriam sahut-menyahut. Tak ada lagi ketakutan di wajah-wajah pemuda itu. Perlawanan mereka adalah untuk mencapai kesyahidan. Bukan demi mencari eksistensi diri lewat jalan-jalan emosional seperti gelagat sebagian pemuda di sebuah negeri. Negeri yang dinamakan indonesia dari seseorang di seberang sana.
Pemuda maju bergantian melayangkan Molotov. Karena senapan yang ada cuma hitung jari, maka sebagiannya melontarkan batu dari ketapel-ketapel. Pertarungan seperti inilah yang sudah mereka rasakan sejak masih kecil.
" Abbas! Faqih!! cepat selamatkan adikmu. Mungkin dia terperangkap di sekolah !!!" teriak Syekh Ahmad. Kedua anak itupun bergegas pergi. berjalan menunduk saat desingan peluru meracau di atas kepala.
" Arrgghhh !!! akhhh!! Sial !!"
" SYEKHHH !!!!" Abbas dan faqih terperangah. Syekh Ahmad kena tembak di bahu kanan tapi telunjuk syekh ahmad tetap saja menyuruh mereka menjemput Ameer.
Ameer yang lemah,` kecil dan tak berdaya, masih terus sembunyi. Meratapi mayat teman-teman nya. Guru-guru masih terisak, menahan jerit agar tak ketahuan posisinya. Derap langkah prajurit-prajurit kera seakan memberi tahu bahwa mereka telah beranjak dari tempat itu dengan gelak tawa penuh kepuasan.
ж ж ж
Permukaan meja bergetar. Gelas dan piring yang tertela indah di atasnya, jatuh. Sinyal alam itupun memberikan pengertian tersendiri. Sesuatu yang sudah cukup di pahami oleh Abu Abbas. Ummi terkejut melihat Abi meraih senjata dan peralatan perang lainnya, meninggalkan sedapnya hidangan saat perut masih keroncongan. Abi mengusap-usap kepala Ummi, seperti perpisahan mengharukan dua sejoli yang sedang kasmaran. Bulir air matanya jatuh. Wajah Abbas, Faqih dan Ameer mengitari alam pikir keduanya. Bergegas Abi keluar rumah mencari mereka.
" kembalilah…bawa anak-anak pulang bersamamu." Pinta ummi penuh harap. Abi Cuma tersenyum, mengangguk lalu hilang di balik pintu.
Faqih mendapati Ameer kaku bersandar di sudut tembok. Wajahnya kusam akibat perbauran debu dan bulir-bulir airmata. Di peluknya sang adik kesayangan. Seketika suasana menjadi senyap, waktu yang tepat untuk segera lari dari kondisi mencekam. Abbas memimpin gerombolan korban perang ini, melewati setiap tempat menuju area aman nan terkendali. Sosok Abi terlihat di antara reruntuhan. Mondar-mandir mencari jejak yang terasa hilang. Dan pertemuan pun tak terelakkan. Ketiga kesatria itu menghambur ke tubuh sang pemimpin keluarga. Perasaan haru berbaur menjadi satu. Setelah beberapa saat, barulah Abu Abbas memastikan keadaan setiap orang. Aksi penyelamatan pun di ambil alih olehnya. Semua nampak tenang. Tiba-tiba…
Belasan Peluru berkecepatan tinggi melesat menembus sasaran yang di targetkan. Beberapa orang lagi-lagi tumbang perlahan. Kembali mereka mencari persembunyian.. Rupanya yang tadi itu hanyalah taktik dari gerombolan tentara bangsat. Perlawanan menemukan tempatnya kembali. Molotov melayang mengkocar-kacirkan pertahanan tentara kera. Abbas dan yang lainnya tak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka melarikan diri, terus berlari tak kenal henti. Memasuki terowongan bawah tanah buatan milisi bersenjata beberapa tahun silam. Terowongan itupun akhirnya mengantarkan mereka ke pemukiman yang sebagian besar di diami oleh guru-guru dan murid lainnya. Abbas dan Ameer melesat menuju rumah. Menemui Ummi yang sedang menangis di atas sajadah. Ummi girang bukan kepalang. Di ciuminya kedua buah hati, memeluk erat dalam dekapan hangatnya.
" kemana Faqih? "
" Faqih masih bertahan dengan Abi. Tadi Abi menyuruhku membawa guru dan anak-anak melarikan diri. Syekh Ahmad kena tembak ,Mi. Di bahu kanan! " terangnya sambil memeluk erat Ummi. Air mata ummi berlinang, hati seorang wanita telah luluh. Hanya kedua anak ini yang masih menjadi tumpuan harapannya.
ж ж ж
Misil helicopter Apache menghantam kediaman Juraiz. Lantai dua rumahnya seakan lenyap di hempas angin.. Juraiz tergopoh-gopoh menyeret adiknya keluar. Sementara ibu dan neneknya entah berada di sudut rumah bagian mana. Serangan ini sebenarnya mengkhianati pemberlakuan jam malam yang pernah keluar dari mulut pemimpin Israel sendiri. Omongan Zionis memang tak bisa di pegang. Trik-trik berbohong telah mereka kuasai sejak jamannya Nabi Musa.
Cahaya kemilau di susul asap putih, mengepul di langit kelam pukul 3 dini hari. Waktu dimana pemuda di negeri lain sedang seru menonton Aksi memikat MU di lapangan hijau. Waktu dimana seorang terpidana pencurian empat biji jambu mete di negeri lain, sedang pusing, menerka-nerka keputusan akhir dari sang penguasa meja hijau.
Langkah kaki Abu abbas, faqih, syekh akhmad dan lainnya terus di buntuti, mereka telah sampai di pemukiman. Perang selama tiga hari belum jua berhenti. Setelah berhasil lolos lewat terowongan, ternyata pasukan kera masih doyan juga menghambur-hamburkan peluru. Lagi-lagi Cahaya kemilau di susul asap putih, semua berpencar masuk ke rumah-rumah menghindari kontak langsung dengan posfor mematikan. Segera setelah itu, roket melesat meluluh lantakkan beton-beton tempat mereka berteduh.
" Aiz…Aiz…kemariii !!! " teriak Ameer memanggil-manggil sepupunya, sulung Syekh Akhmad. Slow motion di mainkan dan posfor pun mulai menebar. Juraiz berlari menggendong adiknya, Langkahnya terhenti saat dada kanan tak kuasa menerima hentakan kuat 3 butir peluru. Glek! Syahid. Adiknya melayang terhempas dari dekapannya. Abbas maju hendak menadah adik Juraiz, tapi apa dinyana jika hal sama menghampiri. Granat mendarat pas pada interval keduanya, mencabik-cabik daging mereka. Glek! Syahid. Melihat kedua anaknya sudah tiada, Syekh Ahmad hilang kendali. Maju ia melontarkan batu dengan ketapel sepuasnya. Debu posfor menghujani. Tangannya membentang meresapi sentuhan lembut nan mematikan itu, seakan telah siap menerima panggilan ilahi. Jadilah ia sasaran empuk berikutnya. Glek! Syahid. Ummi meraung, amarahnya membuncah tak tertahankan. Laju emosinya nyaris mencapai titik klimaks. Saat itu, moncong kalashnikova menyembul di balik Tank. " Go to hell…" ucap Sniper lirih. Kontak batin terjadi, Abbas melihat tarikan pelatuk senjata, si Sniper mengunci sasaran. Berlari ia di tengah hujan posfor menyelamatkan bidadarinya. Duarrr!!! Peluru menembus punggung terhenti tepat di jantung. Matanya nanar menatap wajah Ummi, bibirnya kelu napasnya memburu kala melirihkan syahadah. Glek! Syahid. Ruh-ruh mereka saling menunggu, melayang bersama menuju pangkuan Tuhan-Nya.
Usai mendapat berita penyerangan dari Abu Abbas (Mayor Ibraheem Zagar), Milisi bersenjata datang membantu. Sirine Ambulance Bulan Sabit Merah terdengar seiring begitu gencarnya desingan peluru. Relawan keluar mengangkut para korban perang, tapi yang terjadi justru mereka menjadi sasaran tembak. Seorang tentara Israel meninggalkan garis pertahanan, berlari menuju sebuah reruntuhan, lalu kembali dengan menyeret seorang wanita tua laiknya menyeret binatang. Ameer berusaha mengenali wanita tua yang menggenggam Ar-roya itu. akhirnya sosok itupun menghentak ingatannya,
" nenek Juraiz…ya itu nenek. NENEEKKKH!!!"
Entah kekuatan apa yang membuatnya maju menyerang sambil menggenggam batu besar. Tentara itu kaget melihat fenomena metafisik di hadapannya. Ada puluhan pasukan kuda putih yang mengiringi Ameer. Lengan kurus nenek terlepas dari tangannya, tapi tidak dengan ujung peluru yang telah menancap masuk ke ubun-ubun. Lemparan batu Ameer terlambat menyelamatkan nenek Juraiz tapi lintasan elevasi batunya tepat menghantam pelipis tentara itu. tangan Ameer dengan sigap meraih ar-roya, bendera kebanggaannya. Menghantamkan batu berkali-kali tanpa ampun ke arah tentara pembunuh itu. Ameer terus-terusan mengguncang tubuh nenek yang tak bernyawa lagi, sementara si tentara meraung kesakitan.
Ummi yang masih tersedu memangku jenazah Abbas, baru menyadari kalau Ameer yang tadi masih ada disampingnya telah melesat keluar rumah. Sekuat tenaga ia memanggil-manggil Ameer. Teriakan Ummi itu terdengar suaminya. Ibraheem Zagar. Abu Abbas berlari menuju Ameer, membidikkan senjata kemana-mana sekedar berjaga-jaga. Seketika kokang berbunyi, Ameer menoleh. Lingkar kaliber mengarah tepat ke tubuhnya, tentara keparat yang tadi pingsan menemukan kesadarannya. Waktu menabuh genderang kencang, mencoba menimbang-nimbang hidup mati seorang bocah kali ini. Slow motion kembali beraksi, peluru menyembul dari lingkaran senjata, melesat melewati jarak tempuh 4,3 meter. Lembut menembus kulit perut. Mengoyak daging di dalamnya seperti tak sabar ingin menembusnya. Tubuh ringan nan kecil Ameer melayang setinggi 7 kaki membuatnya tersungkur ke belakang. Letusan senjata terdengar kedua kalinya. Amunisi menembus pelipis kiri tentara bangsat tadi. bidikan Ibraheem Zagar tepat mengenainya. Ummi langsung berlari menggendong Ameer menuju balik tembok disusul Abi. Air mata Ummi sudah habis, menangisi kepergian keluarga satu persatu. kali ini Ia cuma tergugu.
" Um..mi..Aameerr..aayaaanngg…Ummiih!! Aaabbih juuggha!! "
" Meer, bertahan nak…bertahanlah!! DOKTEERRR!!! " teriak Abi, kencang.
" Aaameerr gakh bisshaa ja..dii uu'lamaah…taapih seebbentarr laagiih, ameerr jaadii shuuhaadaaa…Miihh! " napasnya semakin tersengal. Ucapannya terbata-bata.
" Insya Allah nak, Insya Allah…" jawab Ummi.
Desingan peluru masih meracau, perang kali ini sungguh habis-habisan. Milisi bersenjata akhirnya merobohkan garis pertahanan tentara Israel, tank-tank berhasil dipukul mundur. Di pagi sabat ini mestinya tentara-tentara Israel tak melakukan penyerangan, sebab hari sabat adalah hari peribadatan bagi orang-orang yahudi.
" Bii… inni Arr-royyahh…benderaa Rossuull... Ameer menyelamat…kan..nyah. Nennekh jugghaa!!.."
" Abih…Umih…, Kak Faqih, Abbas, Aiz, neela, nenek, syekh Ahmad…panggil Ameer. Ittuhh !!! " telunjuknya mengarah ke langit biru. Mata Abi dan Ummi mengikutinya.
Perlahan telunjuk itu melemah, sekuat tenaga Ameer menarik napas, merasakan nikmat yang selama ini telah di gratiskan kepadanya untuk kemudian menghembuskannya terakhir kali. Memburu napas-napas pendahulunya yang sedang melesat menuju syurga. Meninggalkan negeri para syuhada…
…PALESTINA…
Data Diri:

Nama Anda: thariq al-fatih
E-mail: voxydvolusi@yahoo.co.id
Website - Blog:
Kota Asal/ tempat tinggal:
Universitas: UNHASjie
Visitor Ip: 110.136.249.197

COMMENTS :

Don't Spam Here

0 komentar to “palestine, tomorrow will be free...”

Posting Komentar

 

"BERFIKIR IDEOLOGIS, BERTINDAK SIYASIH, ISTIQAMAH DALAM DAKWAH" | Copyright © Hanya Milik Allah SWT | template By: NdyTeeN.. Powered by Blogger.