Selasa, 12 Januari 2010

Rokhmat S. Labib: Dalam Kapitalisme, Penjara Mewah Ayin Wajar

Ruang tahanan terpidana kasus korupsi dan narkoba Artalyta Suryani (Ayin) dan Aling dilengkapi dengan fasilitas AC, TV, spring bed, perangkat karaoke dan toilet pribadi. Itukah yang disebut dengan penjara atau penjeraan? Lantas kedudukan penjara dalam Islam itu seperti apa? Untuk menjawab itu, wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo berbincang dengan Ketua Lajnah Staqafiyah DPP HTI Rokhmat S. Labib pada hari Selasa (12/1) di Kantor DPP HTI. Berikut petikannya.

Mengapa ada penjara mewah?

Dalam sistem kapitalisme itu adalah sesuatu yang wajar. Karena semuanya bisa dibeli dengan uang. Jabatan bisa dibeli dengan uang, termasuk hukum, bisa dibeli dengan uang. Kemudian juga orang kaya yang masuk penjara bisa memilih ruangan penjara yang mana, tergantung besarnya uang. Jadi itu merupakan sesuatu yang wajar dalam sistem kapitalisme. Penjara mewah itu bukan sesuatu yang baru. Sejak lama ya begitu.

Sebelum penjara mewah Ayin?

Ya banyaaak. Sebelumnya kan ada penjara mewah Tomi Soeharto, dan lainnya. Terutama penjara buat para koruptor ya, pada umumnya mewah-mewah. Bahkan dikelas-kelas. Ada yang satu sel dihuni oleh beberapa orang. Sampai satu sel satu orang. bahkan ada yang difasilitasi dengan AC, TV, hp, dll.

Pembagian kelas tersebut ditentukan berdasarkan apa?

Ya berdasarkan tawar menawar, berapa besar uang yang bisa diberikan oleh narapidana kepada petugas. Jadi penjara sekarang semacam tempat kost begitu. Narapidana itu milih kamar. Mau yang satu kamar beberapa orang, atau sendirian ya tergantung kost (uang yang dibayarkan, red.) dari kantongnya berapa besar. Itu sudah biasa dan sejak lama di negeri ini.

Apakah dalam sistem sanksi Islam dibolehkan adanya kelas-kelas penjara seperti itu?

Tentu saja tidak.

Lantas kedudukan penjara dalam sistem sanksi Islam seperti apa?

Penjara itu dalam sistem sanksi Islam adalah salah satu hukuman dari hukum ta’jir. Ada empat macam hukuman atau sanksi. Pertama, had atau hudud, sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan yang tatacara pemberian sanksinya telah dijelaskan. Misalnya: Pelaku zina dihukum cambuk 100 kali atau dirajam sampai mati, pencuri yang nilai barang curiannya di atas seperempat dinar (satu dinar: 4,25 gram emas, red).

Kedua, jinayat adalah sanksi terhadap pelaku kejahatan yang kejahatannya itu bisa dimaafkan. Misalnya, qishash, hukuman mati bagi pelaku pembunuhan. Namun bila ahli waris korban memaafkannya, maka qishash tersebut diganti dengan diyat. Si pembunuh wajib memberikan 100 onta kepada ahli waris korban. Tapi kalau pembunuhannya disengaja 40 di antara onta tersebut harus dalam keadaan bunting.

Ketiga, ta’jir yang hukumannya ditentukan oleh qadhi (hakim) bagi pelaku kejahatan berupa pelanggaran terhadap hukum syara’ lainnya yang tiadk ad dalam jinayat dan hudud, seperti pelanggaran terhadap larangan berdua-duan dengan lawan jenis, hukuman bagi yang melalaikan shalat, dll.

Keempat, mukhalafah. Sanksi bagi pelanggar ketetapan yang dibuat oleh khalifah.

Nah, berkaitan dengan ta’jir ini ada berbagai macam ragam. Di antaranya adalah penjara.

Apa yang membedakan penjara dalam Islam dan sistem sekarang?

Semua sanksi dalam sistem sanksi Islam itu mengandung dua fungsi. Pertama, berfungsi sebagai jawajir, efek penjeraan. Sehingga pelaku menjadi jera sekaligus mencegah orang lain melakukan hal serupa. Kedua, jawabir, penghapus dosa atas tindak kejahatannya itu.

Sedangkan dalam sistem sanksi kapitalisme, atau komunisme itu, maksimal penjara hanya membuat trauma tetapi tidak akan menghapus dosa atas kesalahannya sehingga di akhirat akan tetap dimintai pertanggungjawabannya.

Penjara mewah bikin trauma?

Lha, kalau penjara itu mewah, membuat orang betah di dalamnya. Tentu itu bertentangan dengan prinsip jawajir. Jadi harusnya penjara itu yang sempit, gelap, atau apalah yang membuat orang yang berada di dalamnya menjadi trauma tidak mau lagi masuk penjara sehingga tidak berani lagi melakukan tindakan yang akan menghantarkannya ke penjara.

Tetapi ingat tetap tidak boleh dipukuli karena kan hukumnya hanya kurungan. Makanannya pun tidak enak tetapi tetap memenuhi kebutuhan gizi.

Maka, kalau di penjara itu ada AC, TV, HP, laptop dan lain sebagainya, sama sekali tidak membuat efek jera bagi pelakunya. Apalagi itu semua bisa dibeli dengan uang, tentu saja orang-orang yang kaya tidak ketakutan untuk melakukan tindak kejahatan. Karena di dalam penjara pun masih pegang hp, masih bisa mengendalikan bisnisnya dan aktivitas lainnya yang bisa dikendalikan dari penjara.

Padahal seharusnya orang yang dipenjara itu terisolasi, tidak boleh melakukan aktivitas tersebut. Ia boleh dijenguk oleh keluarganya, sebagai hubungan keluarga, bukan hubungan bisnis dan lainnya.

Oleh karena itu penjara dalam Islam berbeda sekali dengan penjara dalam sistem yang berlaku sekarang ini. Dalam Islam, penjara sebagai sanksi bukan sebagai sekolah, treatment atau lembaga pemasyarakatan. Sehingga penjara itu dibuat sedemikian rupa agar pelakunya itu menjadi jera atau kapok untuk melakukan kejahatan serupa.[mediaumat.com, 13/1/2010]

COMMENTS :

Don't Spam Here

0 komentar to “Rokhmat S. Labib: Dalam Kapitalisme, Penjara Mewah Ayin Wajar”

Posting Komentar

 

"BERFIKIR IDEOLOGIS, BERTINDAK SIYASIH, ISTIQAMAH DALAM DAKWAH" | Copyright © Hanya Milik Allah SWT | template By: NdyTeeN.. Powered by Blogger.