Minggu, 31 Januari 2010

Kerapuhan Sistem Finansial Kapitalis

Oleh : H. Dwi Condro Triono, SP., M.Ag**

1. PENDAHULUAN

Aktivitas ekonomi senantiasa berputar dalam dua kelompok pasar. Pasar yang pertama disebut pasar barang, yang terdiri dari pasar barang dan jasa. Pasar yang kedua disebut pasar faktor produksi, yang terdiri dari pasar lahan, pasar tenaga kerja dan pasar keuangan. Keberadaan pasar faktor produksi tentu saja adalah untuk mendukung keberadaan pasar barang.

Namun, dalam perkembangan sistem ekonomi kapitalisme, ada pasar salah satu dari pasar faktor produksi yang mengalami perkembangan teramat pesat. Pasar tersebut tidak lain adalah pasar keuangan atau yang biasa dikenal dengan financial market. Pesatnya perkembangan pasar ini bahkan sampai mengakibatkan pasar ini terlepas dari induknya, kemudian menjadi pasar yang berkembang sendiri. Keberadaan pasar ini kemudian dikenal dengan pasar non riil, sebagai lawan dari pasar riil atau pasar barang.

Keberadaan pasar keuangan ini berkembang dengan sangat luas dan sangat kompleks, sehingga menjadi sebuah pasar yang berjalan dengan sebuah mekanisme atau sistem yang teramat rumit. Sistem ini kemudian dikenal dengan sistem finansial/keuangan (financial system).

Untuk memahami keberadaan sistem ini memang tidak mudah. Namun, dapat kita mulai dengan pendekatan filosofi yang paling sederhana, yaitu dimulai dengan memahami hakikat dari pasar uang itu sendiri.

Setelah kita memahami secara sekilas tentang seluk beluk dari pasar uang tersebut, barulah kita akan membahas secara agak lebih mendalam, mengapa sistem keuangan dalam sistem ekonomi kapitalisme tersebut sangatlah rapuh dan senantiasa menjadi sumber krisis ekonomi.

2. PENGERTIAN PASAR UANG

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan pasar uang, kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pasar menurut teori ekonomi. Pasar menurut teori ekonomi pasar adalah segala hal yang mencakup berbagai pertemuan antara permintaan dan penawaran.

Dari definisi pasar tersebut, sekarang kita dapat memahami apa yang dimaksud dengan pasar uang. Jika dalam pasar secara umum mencakup semua transaksi, maka di dalam pasar uang, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang (untuk dibelanjakan barang dan jasa) untuk jangka waktu tertentu (Boediono, 1992).

Dalam pasar tersebut akan terjadi transaksi pinjam-meminjam dana yang menimbulkan hubungan hutang-piutang. Sedangkan “barang” yang ditransaksikan tidak lain adalah secarik kertas berupa “surat hutang”. Selanjutnya, orang yang meminjam uang disebut debitur, yaitu orang yang menjual surat utangnya kepada meminjamkan uang atau kreditur.

Selanjutnya, dalam transaksi tersebut tentu akan menghasilkan “harga”. Apa yang dimaksud dari harga tersebut? “Harga” adalah harga penggunaan uang tersebut untuk jangka waktu tertentu. Harga tersebut dinyatakan dalam persen (%) per satuan waktu tertentu. Harga tersebut disebut dengan suku bunga (tingkat bunga). Bunga tersebut dapat dianggap sebagai “sewa” atas penggunaan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Dari pengertian pasar uang tersebut, maka kita dapat memahami hakikat dari uang menurut pandangan ekonomi kapitalisme. Uang yang beredar di tengah-tengah kita, yang biasa dikenal dengan uang tunai sesungguhnya adalah uang yang ditukar dengan surat hutang.

Uang tunai tersebut sesungguhnya adalah pengertian dari uang dalam arti yang paling sempit, yaitu uang kartal atau currency (C). Sedangkan wujud uang yang lain, dalam pengertian yang lebih luas dikenal sebagai berikut:

M1 = C + DD (demand deposits/uang giral)

M2 = M1 + TD (time deposits) + SD (savings deposits)

M3 = M2 + QM (quasi money)

L = total liquidity, mencakup semua alat-alat yang ‘likuid’ yang ada di masyarakat.

Sedangkan bila ditinjau dari perannya menciptakan uang yang beredar di tengah masyarakat, maka dikenal ada tiga pelaku utama, yaitu:

1. Otorita Moneter, yaitu pihak yang mempunyai peran sebagai sumber awal dari terciptanya uang beredar yang merupakan sumber ‘penawaran’ (supply) uang kartal (C) untuk memenuhi ‘permintaan’ masyarakat dan sumber ‘penawaran’ yang dibutuhkan lembaga keuangan dalam bentuk cadangan bank (bank reserves (R).

2. Lembaga keuangan (bank dll), yaitu pihak yang menjadi sumber penawaran uang giral (DD), deposito berjangka (TD), simpanan tabungan (SD) dan aktiva keuangan lain yang ‘diminta’ masyarakat.

3. Masyarakat adalah konsumen terakhir dari uang tercipta yang digunakan untuk memperlancar kegiatan produksi, konsumsi dan pertukaran mereka.

III. KERAPUHAN SISTEM FINANSIAL KAPITALIS

Setelah kita memahami sekilas tentang pasar uang, tibalah saatnya bagi kita untuk melihat kerapuhan dari sistem pasar keuangan yang telah diciptakan oleh sistem ekonomi kapitalisme tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan sistem keuangan tersebut menjadi sangat rapuh, sehingga senantiasa memunculkan problem bagi sistem ekonomi secara keseluruhan. Problem ekonomi yang senantiasa identik dengan sistem keuangan biasa dikenal dengan istilah inflasi.

Paling tidak ada 5 faktor yang menyebabkan sistem keuangan ini sangat rapuh, sehingga selalu menimbulkan masalah dalam ekonomi, bahkan tidak jarang telah menjadi sumber utama terjadinya krisis-krisis besar ekonomi dunia. Kelima faktor tersebut yaitu:

1. Keberadaan Seignorage

Keuntungan yang diperoleh dari pencetakan mata uang dikenal dengan istilah seignorage (Hifzur-Rab, 2002; Karim, 2002). Keuntungan yang mudah didapat dari pencetakan mata uang inilah yang akan mendorong bagi pemerintah untuk mencetak mata uang tanpa kendali, sehingga bisa melampaui penerimaan anggaran pendapatan pemerintah. Kebijakan ini biasa dikenal dengan istilah anggaran defisit. Kebijakan anggaran defisit dari pemerintah biasanya akan ditutup dengan hutang atau dengan mencetak uang baru (Tambunan, 1996). Jika pencetakan uang baru ini terus dilakukan, hal ini tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi yang berterusan.

2. Keberadaan Sistem Cadangan Sebagian (Fractional Reserve System)

Adanya ketentuan sistem cadangan sebagian (fractional reserve system), Bank Umum diberi kewenangan yang besar untuk melipatgandakan uang (Rothbard, 2007). Sistem cadangan sebagian memberikan kewenangan pada Bank Umum untuk menciptakan “uang baru” melalui hutang (kredit) melebihi uang riil yang disimpan. Jumlah “uang baru” yang dapat dilipatgandakan melalui hutang oleh bank akan mengikuti rumus umumnya, yaitu (Sukirno, 2000): PU = D (1/FR); dimana PU: Penggandaan Uang; D: Deposito; FR: Fractional Reserve.

Sebagai contoh, jika jumlah cadangan yang disyaratkan dimiliki setiap bank adalah 10%, dengan jumlah deposit Rp. 10 milyar, bank akan dapat menggandakan jumlah deposit menjadi Rp.100 milyar. Adanya kewenangan dari seluruh bank umum untuk melakukan proses penggandaan uang ini jelas akan mudah menimbulkan inflasi.

3. Keberadaan Suku Bunga

Penetapan suku bunga yang bersifat pasti (fix rate) dengan tanpa mempertimbangkan resiko bisnis, ternyata telah menimbulkan dampak buruk yang luar biasa bagi perekonomian. Krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 2008 silam dapat menjadi contoh nyata untuk melihat betapa buruknya penggunaan sistem bunga tetap ini. Krisis ekonomi dunia yang banyak dipicu oleh skandal subprime mortgage di AS, ternyata berawal dari “permainan” suku bunga ini.

4. Keberadaan Motif Spekulasi

Keberadaan suku bunga selain akan berdampak buruk kepada perekonomian, ternyata juga akan menyebabkan kegunaan uang semakin jauh dari hakikat yang sebenarnya. Mata uang akhirnya lebih banyak digunakan sebagai alat komoditi yang dapat diperjualbelikan, dari digunakan sebagai alat tukar untuk keperluan sektor ekonomi yang riil. Perubahan kegunaan mata uang tersebut telah memperbesar terjadinya praktik-praktik spekulasi dan selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya ekspansi permintaan mata uang (money demand) yang cepat untuk keperluan-keperluan yang tidak produktif (Siregar, 2001).

Hal inilah menyebabkan uang tumbuh dengan cepat pada aktivitas di sektor tersebut. Hanya sekitar 5 % saja dari peredaran uang tersebut yang benar-benar untuk keperluan sektor riil. Uang dan derevasinya dapat tumbuh 800 kali lebih besar dibanding untuk keperluan di sektor riil. Fenomena inilah yang dapat menyebabkan terjadinya bubble economy, yang sewaktu-waktu dapat meledak dan menyebabkan terjadinya krisis ekonomi (Lestari, 2005).

5. Keberadaan Sistem Nilai Tukar (Kurs) Mata Uang

Penggunaan mata uang yang berbeda-beda pada setiap negara akan menimbulkan adanya sistem nilai tukar mata uang (exchange rate) atau lebih dikenal dengan istilah kurs mata uang (Pass, Lowes & Davies, 1994; Karim, 2002). Adanya perbedaan kurs mata uang inilah yang menyebabkan terjadinya volatilitas nilai tukar yang tinggi. Pengaruh kurs tersebut selanjutnya tentu akan berdampak pada kinerja perdagangan internasional. Sebab, setiap terjadi perubahan nilai mata uang, tentu akan mempengaruhi harga dan daya saing produk suatu negara di pasaran internasional (Dornbusch, Fischer & Startz, 1998; Mishkin, 2001).

IV. SISTEM FINANSIAL ISLAM

Di dalam sistem ekonomi Islam, disamping berisi tentang aturan-aturan ekonomi di sektor riil, tentu juga ada pengaturan dalam sistem keuangannya. Bangunan dasar dari sistem keuangan Islam adalah bahwa Islam mewajibkan bagi negara untuk mencetak mata uang yang terbuat dari emas dan perak. Namun demikian, disamping adanya kewajiban dalam pencetakan mata uang emas dan perak bagi negara tersebut, Islam juga memberikan ketentuan bagi negara untuk melakukan penjagaan terhadap mata uang tersebut agar penggunaannya senantiasa sesuai dengan aturan syara’, yaitu:

1. Hanya menggunakan mata uang sebagai alat tukar dan alat berjaga-jaga saja (tidak untuk aktivitas spekulasi).

2. Wajib memungut zakat maal ke atas harta kekayaan (termasuk di dalamnya adalah mata uang yang disimpan), yang sudah sampai nishob dan haulnya.

3. Larangan menimbun mata uang (kanzul maal), yaitu menyimpan uang tanpa ada hajat tertentu untuk pembelanjaannya.

4. Larangan mengambil riba nashiah (riba dalam utang-piutang).

5.Larangan mengambil riba fadhl (riba dalam tukar-menukar atau jual beli pada barang tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’, seperti: jual beli mata uang, saham dsb. secara tidak kontan dan tidak berada di tempat).

6. Larangan jual beli yang mengandung unsur judi (maysir), yaitu: jual beli mata uang, saham dsb. yang mengandung unsur spekulasi dan dilakukan secara tidak kontan dan tidak berada di tempat.

7.Larangan jual beli barang dan jasa yang haram (tabdzir).

8. Larangan menggunakan harta untuk berfoya-foya (tarif).

9. Larangan untuk kikir (taqtir) dalam membelanjakan hartanya.

V. PENUTUP

Demikianlah penjelasan sekilas tentang kerapuhan dari sistem finansial yang berasal dari sistem ekonomi kapitalisme, serta solusinya menurut sistem ekonomi Islam. Walaupun sangat singkat, semoga dapat memberi gambaran awal bagi ummat Islam dalam mengelola sistem keuangannya.

Tentu kajian ini tidak boleh berhenti sampai di sini. Semoga ummat Islam senantiasa terdorong untuk terus mengkaji dan menyosialisasikan sistem keuangan Islam tersebut, sehingga ummat dapat segera menjadi sadar dan mau segera kembali kepada sistem keuangan Islam khususnya, dan secara umum tentu juga akan berkenan untuk kembali pada pengaturan kehidupan Islam secara menyeluruh. Amin.

= = = = =

*Makalah disampaikan dalam Kajian Tsaqofah Islam, Jum’at, 29 Januari 2010, di STEI Hamfara Jl Gurami no 31 Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta, diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Kampus Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Pondok Pesantren Hamfara Yogyakarta.

**Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia, Dosen STEI Hamfara Yogyakarta, dan Kandidat Doktor Ekonomi Universitas Kebangsaan Malaysia.

VALENTINE DAY (HARI BERKASIH SAYANG)

Menurut pandangan Islam


Benarkah ia hanya kasih sayang belaka ?

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Surah Al-An’am : 116)

Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day' amat popular dan merebak di pelusuk Indonesia bahkan di Malaysia juga. Lebih-lebih lagi apabila menjelangnya bulan Februari di mana banyak kita temui jargon-jargon (simbol-simbol atau iklan-iklan) tidak Islami hanya wujud demi untuk mengekspos (mempromosi) Valentine. Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik(disko/kelab malam), hotel-hotel, organisasi-organisasi mahupun kelompok-kelompok kecil; ramai yang berlumba-lumba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Dengan dukungan(pengaruh) media massa seperti surat kabar, radio mahupun televisyen; sebagian besar orang Islam juga turut dicekoki(dihidangkan) dengan iklan-iklan Valentine Day.


SEJARAH VALENTINE:

Sungguh merupakan hal yang ironis(menyedihkan/tidak sepatutnya terjadi) apabila telinga kita mendengar bahkan kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine itu sendiri. Valentine sebenarnya adalah seorang martyr (dalam Islam disebut 'Syuhada') yang kerana kesalahan dan bersifat 'dermawan' maka dia diberi gelaran Saint atau Santo.

Pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi pada waktu itu iaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.

Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.

Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani(Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.

Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang bererti 'galant atau cinta'. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martyr' bernama St. Valentino mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari erti yang sebenarnya). Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine lewat (melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu.

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa moment(hal/saat/waktu) ini hanyalah tidak lebih bercorak kepercayaan atau animisme belaka yang berusaha merosak 'akidah' muslim dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok percintaan(bertopengkan percintaan), perjodohan dan kasih sayang.


PANDANGAN ISLAM

Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?

Mari kita renungkan firman Allah s.w.t.:

Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (Surah Al-Isra : 36)

Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.

Oleh kerana itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut Taqlid.

Hadis Rasulullah s.a.w:“ Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Firman Allah s.w.t. dalam Surah AL Imran (keluarga Imran) ayat 85 :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.

HAL-HAL YANG HARUS DIBERI PERHATIAN:-

Dalam masalah Valentine itu perlu difahami secara mendalam terutama dari kaca mata agama kerana kehidupan kita tidak dapat lari atau lepas dari agama (Islam) sebagai pandangan hidup. Berikut ini beberapa hal yang harus difahami di dalam masalah 'Valentine Day'.

1. PRINSIP / DASAR

Valentine Day adalah suatu perayaan yang berdasarkan kepada pesta jamuan 'supercalis' bangsa Romawi kuno di mana setelah mereka masuk Agama Nasrani (kristian), maka berubah menjadi 'acara keagamaan' yang dikaitkan dengan kematian St. Valentine.

2. SUMBER ASASI

Valentine jelas-jelas bukan bersumber dari Islam, melainkan bersumber dari rekaan fikiran manusia yang diteruskan oleh pihak gereja. Oleh kerana itu lah , berpegang kepada akal rasional manusia semata-mata, tetapi jika tidak berdasarkan kepada Islam(Allah), maka ia akan tertolak.

Firman Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 120 :Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.

Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.

3. TUJUAN

Tujuan mencipta dan mengungkapkan rasa kasih sayang di persada bumi adalah baik. Tetapi bukan seminit untuk sehari dan sehari untuk setahun. Dan bukan pula bererti kita harus berkiblat kepada Valentine seolah-olah meninggikan ajaran lain di atas Islam. Islam diutuskan kepada umatnya dengan memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang dan menjalinkan persaudaraan yang abadi di bawah naungan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahkan Rasulullah s.a.w. bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri”.

4. OPERASIONAL

Pada umumnya acara Valentine Day diadakan dalam bentuk pesta pora dan huru-hara.

Perhatikanlah firman Allah s.w.t.:Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithon dan syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Surah Al Isra : 27)

Surah Al-Anfal ayat 63 yang berbunyi : “walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Sudah jelas ! Apapun alasannya, kita tidak dapat menerima kebudayaan import dari luar yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan (akidah) kita. Janganlah kita mengotori akidah kita dengan dalih toleransi dan setia kawan. Kerana kalau dikata toleransi, Islamlah yang paling toleransi di dunia.

Sudah berapa jauhkah kita mengayunkan langkah mengelu-elukan(memuja-muja) Valentine Day ? Sudah semestinya kita menyedari sejak dini(saat ini), agar jangan sampai terperosok lebih jauh lagi. Tidak perlu kita irihati dan cemburu dengan upacara dan bentuk kasih sayang agama lain. Bukankah Allah itu Ar Rahman dan Ar Rohim. Bukan hanya sehari untuk setahun. Dan bukan pula dibungkus dengan hawa nafsu. Tetapi yang jelas kasih sayang di dalam Islam lebih luas dari semua itu. Bahkan Islam itu merupakan 'alternatif' terakhir setelah manusia gagal dengan sistem-sistem lain.

Lihatlah kebangkitan Islam!!! Lihatlah kerosakan-kerosakan yang ditampilkan oleh peradaban Barat baik dalam media massa, televisyen dan sebagainya. Karena sebenarnya Barat hanya mengenali perkara atau urusan yang bersifat materi. Hati mereka kosong dan mereka bagaikan 'robot' yang bernyawa.

MARI ISTIQOMAH (BERPEGANG TEGUH)
Perhatikanlah Firman Allah :

…dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim”.

Semoga Allah memberikan kepada kita hidayahNya dan ketetapan hati untuk dapat istiqomah dengan Islam sehingga hati kita menerima kebenaran serta menjalankan ajarannya.

Tujuan dari semua itu adalah agar diri kita selalu taat sehingga dengan izin Allah s.w.t. kita dapat berjumpa dengan para Nabi baik Nabi Adam sampai Nabi Muhammad s.a.w.

Firman Allah s.w.t.:
Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya maka dia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat dari golongan Nabi-Nabi, para shiddiq (benar imannya), syuhada, sholihin (orang-orang sholih), mereka itulah sebaik-baik teman”.

"VALENTINE" adalah nama seorang paderi. Namanya Pedro St. Valentino. 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Sepanyol. Paderi ini umumkan atau isytiharkan hari tersebut sebagai hari 'kasih sayang' kerana pada nya Islam adalah ZALIM!!! Tumbangnya Kerajaan Islam Sepanyol dirayakan sebagai Hari Valentine. Semoga Anda Semua Ambil Pengajaran!!! Jadi.. mengapa kita ingin menyambut Hari Valentine ini kerana hari itu adalah hari jatuhnya kerajaan Islam kita di Sepanyol..

Jumat, 29 Januari 2010

Jubir HTI: Antek Penjajah Dibalik Penggugat UU Penodaan Agama


Kelompok-kelompok liberal antek penjajah terus saja berulah. Melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi, mereka menggugat Penetapan Presiden No.1/PNPS/1965 yang sudah diundangkan melalui UU No.5 Tahun 1969 tentang Penodaan Agama. Siapa mereka dan apa motifnya? Untuk menjawab itu wartawan mediaumat.com berbincang dengan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto. Berikut petikannya.

Siapa saja penggugat itu?

Kita mendapatkan informasi dari Mahkamah Konstitusi (MK) para penggugat itu Asfinawati, dll. mengatasnamakan Tim Advokasi Kebebasan Beragama. Tim ini mewakili para pemohon tujuh lembaga (Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Setara Institute, Desantara Foundation, YLBHI) dan empat individu (Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Raharjo, Maman Imanul Haq).

Memang di dalam dokumen yang kita terima itu tidak disebut-sebut Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) dan figurnya pun hanya yang tadi disebut di atas. Jauh dari nama-nama yang tertera dari AKKBB. Tetapi kita tidak terlalu sulit menyimpulkan bahwa mereka ini adalah kelompok inti dari AKKBB.

Jadi sebenarnya kita bisa menyatakan bahwa permohonan pencabutan PNPS ini adalah kelompok yang sedari dulu begitu getol mendukung aliran sesat Ahmadiyah.

Apa motifnya?

Setidaknya ada dua motivasi. Pertama, motif sosiologis, dalam arti ini menjadi pintu bagi mereka untuk melindungi kelompok-kelompok yang mereka sebut dengan kelompok minoritas.

Karena selama ini mereka melihat bahwa kelompok-kelompok yang dianggap melakukan penyimpangan terhadap agama itu disebut sebagai penistaan terhadap agama, misalnya seperti Lia Eden, Ahmad Musadeq, Ahmadiyah, dll. Itu selalu terkena pasal yang mereka gugat itu. Maka kemudian AKKBB melihat UU tersebut itulah sebagai biang dari munculnya kriminalisasi terhadap–yang mereka sebut sebagai–kebebasan beragama.

Kedua, motif ideologis yaitu mereka ingin menegakkan sekularisme, pluralisme, dan liberalisme (sipilis) dan UU yang mereka gugut itu dianggap sebagai UU yang sangat bertentangan dengan paham sipilis. Jadi saya melihat pada akhirnya motif ideologi itu yang lebih kental mewarnai dari tuntutan Asfinawati, dkk kepada MK untuk mencabut UU itu.

Bukankah mereka melakukan itu dengan alasan menegakkan HAM karena dinilai UU tersebut melanggar kebebasan beragama dan memicu terjadinya kekerasan?

Alasan tersebut sama sekali tidak tepat karena: Pertama, kita harus memisahkan terlebih dahulu yang disebut kebebasan beragama atau kebebasan berkeyakinan dengan penistaan. Saya kira kita semua sangat memahami mengenai prinsip kebebasan beragama atau kebebasan berkeyakinan.

HTI sendiri berpandangan bahwa setiap manusia itu bebas memilih agama dan keyakinannya itu, tidak boleh dipaksa. Bahkan tidak boleh dipaksa atau memaksa seseorang untuk masuk agama Islam.

Hanya saja kebebasan beragama ini tidak boleh diartikan sebagai kebebasan untuk mengacak-acak agama atau kebebasan untuk menghina dan menistakan agama .

Nah, yang terjadi selama ini ada banyak penghinaan atau penistaan terhadap agama seperti halnya yang dilakukan Ahmadiyah , ketika dia mengatakan bahwa ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Kemudian dia mempunyai kitab suci namanya Tadzkiroh. Itu betul betul pengacakan terhadap Alquran. Karena dia comot Alquran pada salah satu ayat kemudian dia campur dengan ayat pada surat yang lain, lalu dijadikan satu dibuat redaksi sendiri, itu tiada lain sebagai pengacak-acakan agama atau penistaan agama.

Itu sangat berbahaya kalau kemudian tindakan semacam ini dibiarkan, justru dengan adanya UU ini, mencegah terjadinya anarki sebab kalau tidak ada UU ini maka orang akan dengan leluasa melakukan penistaan terhadap agama dan pada saat yang sama ada banyak juga orang yang dengan leluasa mengekspresikan kekesalan terhadap pihak yang menistakan agama.

Masyarakat itu kan kadar emosi, kesadaran, pemahaman, tingkat pengendalian dirinya berbeda-beda. Begitu dia melihat bahwa nabinya dihina, Alquran diacak-acak, ada mungkin orang yang tidak bisa menahan diri, ada yang marah tapi masih porsi proposianal. Tapi siapa yang bisa menjamin bahwa semua orang seperti itu, siapa yang bisa menjamin bahwa tidak ada individu-individu yang kemudian mengambil langkah sendiri-sendiri.

Jadi kalau dikatakan bahwa UU ini memicu terjadinya kekerasan, itu tidak berpengaruh sebaliknya. UU itu. justru mengeliminasi adanya kekerasan. Sudahlah ada UU seperti ini saja reaksinya umat macam-macam. Ada juga yang menempuh anarkisme, apalagi kalau tidak ada. Saya kira alasan mereka bahwa UU itu memicu kekerasan, itu tidak benar. Kalau pun ada itu reaksi yang sangat minim bukan reaksi besar namun itu sebenarnya karena kelambanan aparat dalam bertindak.

Kalau UU tersebut sudah tidak ada aparat tidak akan bisa bertindak. Yang terlambat saja memunculkan reaksi apalagi tidak bertindak, itu pasti akan menimbulkan reaksi yang lebih besar lagi.

Jadi menurut saya Tim Advokasi Kebebasan Beragama telah membuka pintu untuk terjadinya kekacauan sosial karena dia menginginkan dihapuskanya UU yang melindungi kehormatan agama. Dengan kata lain mereka melindungi pengacak-acak agama dan pelanggar HAM.

Kemudian setalah saya membaca dokumennya, argumen-argumen yang mereka bangun ternyata mereka itu mencoba untuk merelatifkan definisi penyimpangan agama, penistaan agama yang ujungnya adalah mereka menginginkan perlindungan terhadap orang yang murtad untuk tidak beragama.

Maka sebenarnya mereka menginginkan di negeri ini semakin berkembangnya sipilis a+ (sekularisme, pluralisme, liberalisme, atheisme plus penjajahan). Karena kita tengarai ini semua tidak terlepas dari kepentingan kelompok liberal di Barat untuk mengokohkan dominasinya di Indonesia. [mediaumat.com]

Kamis, 28 Januari 2010

Bagaimana ‘People Power’ Menurut Syariat Islam

Bagaimana hukum revolusi atau people power menurut syariah Islam? Bagaimana pula sesungguhnya membangun pemerintahan Islam melalui jalan umat?

Jawab:

People power adalah kekuatan rakyat; biasanya digunakan untuk melakukan perubahan dengan menjatuhkan rezim yang ada, lalu menggantinya dengan rezim yang baru. Perubahan dengan menggunakan kekuatan rakyat ini bisa digunakan untuk tujuan reformasi maupun revolusi, baik untuk mengubah sebagian sistem yang ada maupun mengubah seluruh sistem yang ada dengan sistem yang lain sama sekali.

Dalam konteks Islam, perubahan yang dimaksud tentu adalah perubahan dari sistem kufur menjadi sistem Islam. Namun, apakah menggunakan people power tersebut dibenarkan oleh Islam? Jawabannya jelas tidak. Dalam hal ini ada tiga alasan. Pertama: cara seperti ini jelas menyimpang dari ketentuan syariah, karena tidak mengikuti metode yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. cara yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam melakukan perubahan, termasuk di dalamnya membangun pemerintahan Islam, adalah melalui thalab an-nushrah;1 yakni dengan mencari pertolongan kepada siapa saja yang memang mempunyai kekuatan dan bisa menolong dakwah Beliau.

Karena pihak yang mempunyai kekuatan ketika itu adalah kepala suku dan kabilah, maka kepada merekalah Rasulullah saw. berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan pertolongan. Rasulullah pernah mendatangi Bani Tsaqif di Taif, Bani Hanifah, Bani Kalb, Bani Amir bin Sha’sha’ah dan sejumlah kabilah yang lain. Namun, ternyata semuanya menolak. Ada yang menolak dengan keras, bahkan tidak manusiawi, seperti yang Beliau alami di Taif; ada juga yang menolak tanpa syarat, seperti yang Beliau alami ketika menyatakan hasrat Beliau kepada Bani Hanifah; atau ditolak karena Beliau tidak mau mengabulkan syarat mereka, seperti yang Beliau alami dari Bani Amir bin Sha’sha’ah.2

Justru karena itulah, cara dan langkah yang Beliau tempuh ini hukumnya wajib. Alasannya: (1) karena langkah ini Beliau lakukan dengan konsisten, apapun dampak dan risikonya; (2) dampak dan risiko yang Beliau terima ternyata tetap tidak mengubah konsistensi Beliau. Dua hal ini menjadi indikasi (qarinah), bahwa cara dan langkah tersebut hukumnya memang wajib. Karena itu, cara tersebut tidak pernah Beliau tinggalkan, apapun risikonya.

Dalam konteks sekarang, thalab an-nushrah bisa dilakukan terhadap kepala negara, kepala suku dan kabilah, polisi, militer serta siapa saja yang mempunyai kekuatan dan pengaruh secara real di tengah masyarakat. Syaratnya, mereka harus mengimani sistem Islam dan membenarkannya. Ini didasarkan pada riwayat:

وَيَسْأَلُهُمْ أَنْ يُصَدِّقُوْهُ، وَيَمْنَعُوْهُ

Beliau pun meminta mereka untuk membenarkan Beliau, dan memberikan perlindungan kepadanya.3

Inilah satu-satunya cara yang legal dalam pandangan syariah dalam melakukan perubahan dan membangun pemerintahan Islam.

Kedua: cara people power ini juga salah. Selain menyimpang dari ketentuan syariah, cara seperti ini juga bisa dianggap sebagai kesalahan strategi. Pasalnya, tujuan dari proses perubahan melalui people power tersebut sebenarnya untuk mewujudkan rezim baru guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Namun nyatanya, people power atau revolusi rakyat justru sering menimbulkan kekacauan yang luar biasa, termasuk mengorbankan hak milik umum, negara dan kepentingan rakyat. Jika kondisi ini terjadi, tujuan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik jauh api dari panggang. Selain itu, cara seperti ini juga bisa memicu terjadinya konflik horisontal, yang mengakibatkan perpecahan di tengah-tengah umat. Pertanyaannya, mungkinkah membangun negara dan pemerintahan yang solid, sehingga seluruh sistemnya bisa dijalankan, jika umat dan rakyatnya terpecah-belah? Jelas tidak mungkin.

Ketiga: cara people power ini juga berbahaya. Belajar dari kasus Suriah, misalnya, meski people power tersebut dilakukan oleh kelompok tertentu, sebut saja Ikhwan al-Muslimin, akibat dari tindakan kelompok tersebut, stigmatisasi dan generalisasi pun terjadi pada seluruh kaum Muslim. Dampak dari tindakan tersebut, penguasa Suriah bahkan memberlakukan larangan terhadap apapun yang berbau Islam, hatta shalat lima waktu. Hingga kini, penguasa Suriah bertindak sadis dan di luar batas perikemanusiaan. Tindakan-tindakan brutal tersebut hingga kini masih terus berlanjut. Apa yang terjadi minggu-minggu ini di Suriah adalah contoh nyata bentuk kebrutalan mereka, yang dipicu oleh pengalaman sejarah peristiwa people power tersebut. Meski penguasanya berganti, tradisi kebengisan dan kebrutalannya tetap saja dipertahankan.

Karena itu, upaya-upaya people power, revolusi rakyat atau sejenisnya bukan saja tidak boleh, bahkan harus dicegah. Siapa saja yang melakukan upaya-upaya tersebut juga jelas bukanlah orang yang ikhlas dan sungguh-sungguh berjuang untuk kepentingan umat.

Jika demikian, lalu bagaimana sesungguhnya gambaran membangun pemerintahan Islam melalui jalan umat?

Caranya umat harus dipersiapkan agar meyakini dan menerima sistem Islam, baik sistem pemerintahannya, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum maupun politik luar negerinya. Sebab, kekuatan negara dan pemerintahan dalam pandangan Islam terletak pada umat. karena faktanya negara adalah entitas teknis yang mengimplementasikan seluruh konsepsi, standarisasi dan keyakinan yang diterima oleh umat. Karena itu, penerimaan umat terhadap konsepsi, standarisasi dan keyakinan Islam tersebut merupakan pilar dasar bagi tegaknya sistem Islam. Begitu juga sebaliknya.

Dengan demikian, jelas sekali, yang dimaksud dengan ‘an thariq al-ummah (melalui jalan umat) bukanlah people power atau revolusi rakyat, melainkan upaya sungguh-sungguh dan sistematik membangun sistem yang dibangun berdasarkan kekuatan umat, melalui keyakinan, dukungan dan implementasi mereka terhadap sistem tersebut. Adapun proses perubahannya dari sistem kufur ke sistem Islam hanya dilakukan melalui thalab an-nushrah, bukan dengan cara yang lain. Wallâhu a‘lam. []

Catatan kaki:

1. Lihat: Dr. Muhammad Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah as-Syar’iyyah, Dar al-Bayariq, Bairut, cet. VIII, 1996 M, I/406. Dalam hal ini, Dr. Muhammad Khair Haikal menyatakan, bahwa thalab an-nushrah ini mempunyai kriteria dan kualifikasi yang spesifik, yang kemudian beliau uraikan ada 9 kriteria. Siapa saja yang ingin memperdalam masalah ini, silakan merujuk buku beliau.
2. Lihat: Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi, Bairut, cet. II, 1417 H/1997 M, II/35-38.
3. Lihat: Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi, Bairut, cet. II, 1417 H/1997 M, II/36.

Kamis, 21 Januari 2010

Aljazeera Tayangkan Film Dokumenter: Ketakutan Rezim & Meningkatnya Aktivitas Hizbut Tahrir di Asia Tengah

Saluran televisi satelit Aljazeera berbahasa Inggris dalam pekan ini dalam sebuah program acara People & Power menayangkan sebuah film dokumenter tentang ‘ekstrimisme agama’ di Asia Tengah. Film yang dibuat oleh Michael Anderson tersebut mengungkap kenyataan kepalsuan dari rezim diktator di Asia Tengah yang melakukan berbagai upaya untuk menghentikan gerakan Hizbut Tahrir.

Michael Anderson adalah seorang ilmuwan politik dan wartawan yang telah menghabiskan bertahun-tahun di Asia Tengah telah membuat sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang situasi persoalan ekstrimisme di Asia Tegah.

Dalam wawancaranya kepada Ferghana.ru, Michael Anderson mengatakan bahwa selama bertahun-tahun, dirinya telah mengamati bagaimana para diktator di Asia Tengah telah menggunakan ‘ancaman’ ini dari apa yang disebut ‘ekstrimisme’ untuk menindas siapa pun yang tidak setuju dengan mereka. “Hanya dengan label mereka ‘ekstrimis’ atau ‘teroris’”, kata Anderson.

Menurutnya, para politisi Barat ‘membeli’ propaganda dari orang-orang seperti diktator Uzbekistan Islam Karimov. Itulah diantara alasan, Anderson memutuskan untuk membuat film yang berjudul “Mitos Ekstrimisme Agama di Asia Tengah”

Anderson mengatakan bahwa di Asia Tengah, sebelumnya ekstrimisme bukan ancaman, tetapi sekarang terjadi berkat orang-orang seperti Karimov. Pada tahun 1990-an, saat itu para pemimpin di Asia Tengah mulai memperingatkan terhadap apa yang disebut ‘ekstrimisme’ dan ‘radikalisme’, dan ancaman itu sangat terbatas.

Tetapi, Karimov dan kawan-kawannya telah menggunakan citra ekstrimisme Islam untuk menakut-nakuti penduduk lokal agar tunduk, seperti ‘hanya aku yang dapat melindungi Anda terhadap teroris Islam yang berbahaya ini’ sehingga atas nama stabilitas, demokrasi harus menunggu, katanya.

Anderson mengemukakan, Karimov seolah menambahkan pernyataanya ‘dan siapa pun yang berani mengkritik saya adalah seorang pengkhianat atau ekstrimis dan akan dilemparkan ke dalam penjada, disiksa, dll’.

Apa yang Terjadi Hari ini?

Hari ini, menurut Anderson, sebagai akibat langsung dari penindasan rezim dan mereka gagal dalam kebijakan sosial dan ekonomi, ancaman dari ekstrimisme tersebut semakin meningkat. Rezim telah mengubah nubuat mereka ke dalam kebenaran.

“Seperti banyak pakar analisis telah menujukkan, organisasi seperti Hizbut Tahrir memperoleh lebih banyak anggota sepanjang waktu. Dan lebih penting lagi, masih lebih banyak orang yang bersimpati dengan apa yang mereka usulkan, walaupun mereka bukan anggota dari organisasi ini,” kata Anderson kepada Ferghana.ru.

Ia memberikan penekanan, “Tapi, dan ini sangat penting, sekalipun rekayasa primitif oleh para rezim di Asia Tengah, tak seorang pun pernah membuktikan bahwa Hizbut Tahrir telah benar-benar menggunakan kekerasan.

Dalam film dokumentar garapannya, Duta Besar OSCE Bishkek, Andrew Tesoriere, mengakatan kepadanya, “hak-hak orang dalam tahanan, bahkan walaupun orang-orang tersebut diduga terorisme, harus dihormati. Jika Anda tidak melakukan hal tersebut, Anda akan memperbanyak masalah ekstrimisme dan bahkan terorisme”

Terkait tragedi Andijan, ia memberikan komentar, “Secara pribadi saya berpikir bahwa peristiwa Andijan pada 2005, dan sejumlah kecil demonstrasi dan penembakkan di Asia Tengah selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa semakin banyak orang memang merasa terdong ke ekstrim.”

“Dan ketika Anda melihat apa yang para rezim di Asia Tengah lakukan kepada masyarakat, dapatkan Anda menyalahkan mereka?” katanya.

Kesan Terbesar: ‘Para Pahlawan

Dalam pembuatan film dokumenternya itu, Anderson mengaku sangat berkesan terhadap para ‘pahlawan’ yang berani seperti para pembela hak asasi manusia, para pengacara, dan wartawan yang terus bertahan menghadapi rezim brutal tersebut. Padahal, rezim korum sering membahayakan kehidupan mereka, seperti yang terlihat hampir setiap pekan.

“Kesan saya yang lain adalah bahwa kemanusian dan keluarga diperlakukan sangat brutal oleh rezim. Orang-orang bersalah dilemparkan ke dalam penjara selama 20 tahun untuk kejahatan yang semua orang tahu mereka tidak melakukannya, tanpa pengadilan yang layak, bahkan tanpa akses pengacara. Atau kebrutalan polisi, penyiksaan, atau…. Ini adalah kehidupan sehari-hari bagi ribuan orang tak berdosa di daerah tersebut,” katanya.

“Ya, situasi yang terburuk di Uzbekistan, tetapi jelas, bahwa para pemimpin yang lainnya kini semakin mengambil ‘cara Uzbek’,” tambahnya lagi.

Film yang diproduksi oleh Mulberry Media tersebut dapat disaksikan oleh seluruh kaum Muslim di seantero dunia di saluran televisi Al-Jazeera bahasa Inggris, mulai hari Rabu hingga Ahad pada acara People & Power, Kamis: 08.30/21.00/02.30 WIB, Jumat: 23.30 WIB, Sabtu: 10.30/03.00 WIB, dan Ahad: 12.30 WIB.

TANDA-TANDA AMBRUKNYA PERADABAN BARAT, DAN KEMENANGAN ISLAM


[AL-ISLAM 490] Sejumlah ujian keimanan dan kesabaran kembali dialami umat Islam akhir-akhir ini, khususnya di sejumlah negara Barat seperti Inggris, Denmark, Swiss, Jerman, Prancis, Kanada, Belanda dan—tentu saja tak ketinggalan—Amerika Serikat. Selain pelecehan dan diskriminasi terhadap kaum Muslim oleh pemerintahan negara-negara Barat yang memang sudah lama berlangsung, paling tidak, ada tiga bentuk ujian lain yang akhir-akhir ini diterima umat Islam di sana.

1. Pelarangan cadar/hijab/burqa. Di Prancis, pelarangan penggunaan cadar/hijab/burqa tinggal selangkah lagi. Prancis telah mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menjadikan penggunaan cadar (penutup wajah) di tempat umum sebagai sebuah bentuk pelanggaran, dengan ancaman denda sebesar 750 Euro, atau sekitar Rp 9 juta (Kantor Berita HT, 9/1/10). Warga Muslimah Prancis yang bercadar banyak yang mengeluh atas tekanan pemerintah yang terus-menerus dilakukan kepada mereka. Mereka merasa keberadaan mereka sebagai warga negara tak diakui dan cenderung dilecehkan (Eramuslim, 15/7/09). Sebelum Prancis, Jerman ‘lebih maju’ lagi. Tahun 2007, Pengadilan administratif Jerman mengesahkan larangan mengenakan jilbab di wilayah North Rhine-Westphalia. Sebelumnya, pengadilan yang sama juga memutuskan untuk mendukung larangan berjilbab. Dari 16 negara bagian di Jerman, delapan negara bagian menyatakan melarang jilbab (Eramuslim, 15/8/2007). Pada tahun 2007 pula, Pemerintah Kanada mengajukan proposal undang-undang berisi larangan Muslimah mencoblos dalam bilik suara Pemilu jika mengenakan cadar/burqa (Eramuslim, 29/10/07). Pemerintah Denmark baru-baru ini juga telah memutuskan membentuk sebuah komite untuk mengkaji fenomena cadar/burqa setelah adanya tuntutan dari kelompok konservatif di pemerintah Denmark yang mendesak adanya pelarangan penuh bagi Muslimah yang mengenakan pakaian yang menutup seluruh tubuh di tempat umum (Eramuslim, 19/1/10). Di Belanda, tahun 2008 lalu, Kementerian Pendidikan Belanda pun mengajukan usulan kepada Parlemen agar memberlakukan larangan total terhadap cadar/burqa, baik di dalam maupun di luar sekolah. Pemerintah Belanda sendiri telah menyiapkan aturan berbusana di Negeri Kincir Angin itu dan akan melarang cadar di seluruh kantor kementeriannya (Eramuslim, 9/9/08).

2. Pelarangan menara masjid. Lebih dari 57 persen pemilih Swiss beberapa waktu lalu (29/11) telah menyetujui adanya pelarangan pembangunan menara masjid. Swiss People’s Party (SVP), partai terbesar di Swiss, telah memaksa rakyat Swiss untuk melakukan referendum (pemungutan suara). Menjelang referendum, sebuah masjid di Jenewa untuk ketiga kalinya dirusak selama kampanye anti-menara masjid, seperti dilaporkan media setempat hari Sabtu lalu (Eramuslim, 13/11/09). Seperti belum puas, Partai Rakyat Swiss (SVP) juga sedang menyiapkan kampanye-kampanye baru untuk membatasi ruang gerak kaum Muslim di negeri itu. Sejumlah tokoh SVP mengatakan bahwa mereka juga akan mendorong diberlakukannya larangan burqa, jilbab, sunat bagi perempuan dan melarang adanya dispensasi bagi Muslimah dalam pelajaran berenang. Larangan pembangunan menara masjid di Swiss telah bergema di seluruh Eropa, dengan adanya seruan di Belanda, Belgia dan Italia untuk melakukan referendum yang sama untuk melarang simbol-simbol Islam. Di Belgia kelompok sayap kanan Vlaams Belang mengatakan akan menyerahkan keputusan kepada DPRD Flemish untuk melarang menara-menara di negeri itu. Di Italia Liga Utara yang anti-imigran juga menyerukan larangan yang sama (Eramuslim, 1/12/09).

3. Penggeledahan warga Muslim. Setelah serangan bom bunuh diri di Yaman yang menewaskan sejumlah anggota badan intelijen Amerika Serikat (AS), AS kembali bersikap paranoid. Kini penumpang pesawat terbang yang berasal 14 negara yang diduga ’sumber teroris’ bakal diperiksa lebih ketat dari penumpang pesawat lainnya. Prosedur yang mulai berlaku efektif pada Senin (4/1) ini juga disebabkan oleh adanya percobaan peledakan pada Hari Raya Natal lalu. Saat itu seorang pria Nigeria bernama Abdulmutallab yang mengaku anggota kelompok Al-Qaeda berusaha meledakkan pesawat AS yang tengah menuju Detroit. Dampaknya, penumpang yang berasal dari negara yang dianggap oleh AS sebagai ’sponsor terorisme’ seperti Iran, Sudan, Suriah, Afghanistan, Algeria, Irak, Libanon, Libia, Nigeria, Pakistan, Arab Saudi, Somalia dan Yaman bakal menjalani proses pemindaian yang ekstraketat. Hampir semua negara yang dicurigai itu merupakan negara Muslim. Para penumpang tersebut akan digeledah, tas mereka diperiksa dan tubuh mereka dipindai untuk mendeteksi adanya bahan yang mungkin dapat menjadi bahan peledak. (Media Indonesia, 4/1/2010). Front Kedua Penasihat antiterorisme Obama, John Brennan, memperingatkan. “Saya bukan ingin mengatakan bahwa AS membuka front kedua. Ini adalah tindak lanjut dari upaya yang tengah berjalan sejak dimulainya pemerintahan Obama,” ujar Brennan (Koran Jakarta, 5/1/2010). Bandara Heathrow di London, Inggris, juga memberlakukan pemeriksaan penumpang yang meliputi skrining seluruh badan sebelum penumpang naik ke atas pesawat. Selain AS dan Inggris, Belanda sudah lebih dulu menggunakan alat semacam “scanner” yang digunakan untuk memeriksa tubuh manusia bagi para penumpang dari Bandara Schipol, Amsterdam yang menuju AS (Eramuslim, 4/1/10).

Sinyal Kebangkrutan Peradaban Barat

Beberapa fakta di atas sesungguhnya menjelaskan beberapa hal. Pertama: sinyal kebangkrutan peradaban Barat. Barat menghadapi gelombang kebangkitan Islam—yang antara lain ditunjukkan dengan banyaknya warga Barat yang masuk Islam, menjamurnya pemakaian jilbab dan cadar, serta berdirinya banyak masjid—dengan amat kalap dan membabi-buta. Barat tidak sadar, bahwa dengan itu mereka sesungguhnya sedang menistakan peradaban mereka sendiri, yakni demokrasi, HAM dan kebebasan yang selama ini mereka agung-agungkan. Jelas, ini menjadi salah satu sinyal kebangkrutan peradaban mereka. Kedua: Omong-kosong demokrasi, HAM dan kebebasan. Barat jelas-jelas mengingkari ajaran sekaligus prinsip hidup mereka sendiri, yakni demokrasi, HAM dan kebebasan. Buktinya, selain dalam kasus-kasus di atas, Barat sudah sering bertindak diskriminatif terhadap warga Muslim dengan terus berupaya menghambat kebebasan warga Muslim untuk mengekspresikan ajaran agamanya. Jelas pula, bahwa demokrasi, HAM dan kebebasan Barat hanyalah bualan belaka. Ketiga: Sikap Barat di atas bukanlah sekadar pelarangan menara atau jilbab/burqa, tetapi bentuk nyata dari pertarungan peradaban (clash of civilization). Hal ini tampak nyata dari alasan-alasan yang dikemukan oleh pihak-pihak yang menolak menara masjid atau jilbab/burqa. Intinya, yang mereka tolak adalah ajaran Islam yang memang merupakan sebuah ideologi dengan sistem hukum yang didasarkan pada akidah Islam. Di Swiss, misalnya, pendukung pelarangan menara itu menyebut pembangunan menara akan mencerminkan pertumbuhan sebuah ideologi dan sistem hukum yang tidak sejalan dengan demokrasi Barat. Keempat: lebih dari sekadar pertarungan peradaban, permusuhan adalah sikap Barat yang sebenarnya terhadap Islam dan kaum Muslim. Bahkan permusuhan Barat terhadap Islam dan kaum Muslim sangatlah keras. Fakta pelarangan jilbab/burqa dan menara masjid serta penggeledahan warga Muslim hanyalah secuil buktinya. Selama ini sikap permusuhan yang jauh lebih keras dan biadab terhadap Islam dan kaum Muslim sesungguhnya telah mereka pamerkan kepada dunia dengan penuh kecongkakan. Pelecehan terhadap Baginda Nabi saw. dalam bentuk kartun di Denmark, pembuatan film ‘Fitna’ yang melecehkan jihad di Belanda, penistaan al-Quran di Penjara Guantanamo, dll adalah di antara bentuk permusuhan mereka yang tidak bisa dianggap kecil. Lebih dari itu, Perang Melawan Terorisme (Wor on Terorrism) yang nyata-nyata ditujukan terhadap umat Islam di berbagai negara yang telah menewaskan jutaan Muslim, khususnya di Irak dan Afganistan, adalah bukti lain tentang betapa kerasnya permusuhan Barat kafir tehadap Islam dan kaum Muslim. Mahabenar Allah SWT yang berfirman: Telah tampak kebencian dari lisan-lisan mereka (orang-orang kafir) dan apa yang tersembunyi di dalam dada mereka adalah lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118). Allah SWT juga berfirman: « Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS al-Baqarah [2]: 120). Sikap Umat Islam Memperhatikan seluruh fakta di atas, umat Islam sudah seharusnya menyadari sejumlah hal di antaranya: Pertama, Barat kafir penjajah sesungguhnya tidak akan pernah berhenti memusuhi Islam dan umatnya. Apa yang mereka serukan ke tengah-tengah kaum Muslim seperti demokrasi, HAM, kebebasan, dialog antarperadaban Barat-Islam dll hanyalah omong-kosong belaka. Pasalnya, semua yang mereka serukan itu terbukti bertentangan dengan sikap mereka yang sebenarnya, sebagaimana terungkap di atas. Semua itu hanyalah tipuan agar kaum Muslim mau menerima nilai dan ajaran mereka. Kedua, Islam dan umatnya akan tetap mengalami pelecehan, penistaan bahkan ancaman kekerasan dan pembunuhan dari negara-negara Barat kafir penjajah atau negara-negara yang mereka dukung (seperti Israel)—sebagaimana terjadi di Irak, Afganistan dan Palestina—selama Islam dan umatnya tidak memiliki pelindung, yakni sebuah institusi negara yang mempersatukan mereka di seluruh dunia. Itulah Khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah. Khilafahlah pemersatu dan pelindung umat dari segala ancaman, termasuk dari penjajahan Barat. Itulah yang diisyaratkan oleh Baginda Nabi saw. melalui sabdanya:

Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah pelindung. Dia bersama pengikutnya memerangi orang kafir dan zalim serta melindungi orang-orang Mukmin (HR al-Bukhari dan Muslim)

Khilafah juga akan membebaskan umat dari seluruh persoalan kehidupan mereka dengan menerapkan syariah Islam dalam segala aspeknya. Karena itu, selain kewajiban syariah, perjuangan penegakan Khilafah semakin relevan dan penting untuk membangkitkan umat menuju masa depan yang lebih baik. Ketiga, semuanya ini merupakan tanda ambruknya peradaban Barat, dan kembalinya kemenangan Islam. Dengan izin Allah, itu tidak akan lama lagi.

Selasa, 19 Januari 2010

Ratusan Ribu Mahasiswa Akan Mengadakan Aksi 27 Januari 2010 Untuk "Ganti Rezim & Sistem" Negeri Ini

Serentak di Kota-kota Besar Indonesia

Dilatarbelakangi oleh permasalahan bangsa yang semakin memprihatinkan. Apalagi dengan kasus terbaru yaitu Century Gate, semakin memperlihatkan kepada kita bahwa negara Indonesia lemah dalam menjaga dan melindungi rakyatnya dari para perusak, penjajah dan juga pengkhianat negeri ini.

Betapa tidak, rakyat dibodoh-bodohi dalam hal keadilan hukum. Dimana yang kuat pasti menang. Kemudian hak-hak rakyat selalu tidak bisa dipenuhi dengan baik. Hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Selain itu kekayaan alam yang ada juga tidak bisa dinikmati sendiri, tetapi cenderung di komersialisasikan untuk kepentingan tertentu dan hasilnya tidak bisa diberikan secara maksimal untuk rakyatnya. Dan berbagai permasalahan lainnya yang tidak bisa diceritakan satu persatu.

Sedangkan khusus untuk Century Gate adalah sebuah kasus nyata dan sangat telanjang betapa rapuh dan lemahnya sistem yang dipakai Negara ini untuk melindungi dan menjaga uang rakyat serta rapuh dan lemahnya dalam menjaga kestabilan ekonomi negara.

Untuk itu Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK) dengan semua anggota dan jaringannya diseluruh kampus se-Indonesia mengamati benar bahwa kematian negeri ini tidak lama lagi, jika kita bisa melihat dengan benar sinyal-sinyal diatas. Untuk itu, aksi tanggal 27 Januari 2010 yang akan diadakan adalah untuk menjelaskan kepada masyarakat dan pemerintah bahwa Negara kita telah sekarat dengan sistem yang ada, bahkan sistem yang juga telah membuat pejabat dan penguasa menjadi perampok, koruptor dan pengkhianat rakyatnya sendiri.

Dengan memunculkan tema “CENTURY GATE: SINYAL KEMATIAN INDONESIA, SELAMATKAN DENGAN ISLAM” panitia akan membuat aksi yang unik dan menarik tapi tetap syarat makna. “iya, kami tidak akan hanya membuat sekedar aksi dengan ratusan ribu masa di kota-kota besar di Indonesia. Tapi kita juga akan membuat aksi yang akan membuat masyarakat tercengang dan juga menangkap ide yang kita maksudkan”. Ujar Koordinator aksi pusat, Sdr. Irham. Lanjutnya, aksi-aksi di sekretariat pusat Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK).

Sebagai bahan awal sosialisasi Aksi, panitia memberikan contoh poster awal aksi sebagai berikut:



Senin, 18 Januari 2010

Definisi Khilafah

Pengertian Bahasa

Khilafah menurut makna bahasa merupakan mashdar dari fi'il madhi khalafa, berarti: menggantikan atau menempati tempatnya (Munawwir, 1984:390). Makna khilafah menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang datang setelah orang lain lalu menggantikan tempatnya (jâ'a ba'dahu fa-shâra makânahu) (Al-Mu'jam al-Wasith, I/251).

Dalam kitab Mu'jam Maqayis al-Lughah (II/210) dinyatakan, khilafah dikaitkan dengan penggantian karena orang yang kedua datang setelah orang yang pertama dan menggantikan kedudukannya. Menurut Imam ath-Thabari, makna bahasa inilah yang menjadi alasan mengapa as-sulthan al-a'zham (penguasa besar umat Islam) disebut sebagai khalifah, karena dia menggantikan penguasa sebelumnya, lalu menggantikan posisinya (Tafsir Ath-Thabari, I/199).

Imam al-Qalqasyandi mengatakan, menurut tradisi umum istilah khilafah kemudian digunakan untuk menyebut kepemimpinan agung (az-za'amah al-uzhma), yaitu kekuasaan umum atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, dan pemikulan tugas-tugas mereka (Al-Qalqasyandi, Ma'atsir al-Inafah fi Ma’alim al-Khilafah, I/8-9).

Pengertian Syar'i

Dalam pengertian syariah, Khilafah digunakan untuk menyebut orang yang menggantikan Nabi Saw dalam kepemimpinan Negara Islam (ad-dawlah al-Islamiyah) (Al-Baghdadi, 1995:20). Inilah pengertiannya pada masa awal Islam. Kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, istilah Khilafah digunakan untuk menyebut Negara Islam itu sendiri (Al-Khalidi, 1980:226).

Pemahaman ini telah menjadi dasar pembahasan seluruh ulama fiqih siyasah ketika mereka berbicara tentang "Khilafah" atau "Imamah". Dengan demikian, walaupun secara literal tak ada satu pun ayat al-Qur'an yang menyebut kata "ad-dawlah al-Islamiyah" (negara Islam), bukan berarti dalam Islam tidak ada konsep negara. Atau tidak mewajibkan adanya Negara Islam. Para ulama terdahulu telah membahas konsep negara Islam atau sistem pemerintahan Islam dengan istilah lain yang lebih spesifik, yaitu istilah Khilafah/Imamah atau istilah Darul Islam (lihat Dr. Sulaiman ath-Thamawi, As-Sulthat ats-Tsalats, hal. 245; Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, IX/823).

Hanya saja, para ulama mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda ketika memandang kedudukan Khilafah (manshib al-Khilafah). Sebagian ulama memandang Khilafah sebagai penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi), yakni sebagai institusi yang menjalankan urusan politik atau yang berkaitan dengan kekuasaan (as-sulthan) dan sistem pemerintahan (nizham al-hukm). Sementara sebagian lainnya memandang Khilafah sebagai penampakan agama (al-mazh-har ad-dini), yakni institusi yang menjalankan urusan agama. Maksudnya, menjalankan urusan di luar bidang kekuasaan atau sistem pemerintahan, misalnya pelaksanaan mu’amalah (seperti perdagangan), al-ahwal asy-syakhshiyyah (hukum keluarga, seperti nikah), dan ibadah-ibadah mahdhah. Ada pula yang berusaha menghimpun dua penampakan ini. Adanya perbedaan sudut pandang inilah yang menyebabkan mengapa para ulama tidak menyepakati satu definisi untuk Khilafah (Al-Khalidi, 1980:227).

Sebenarnya banyak sekali definisi Khilafah yang telah dirumuskan oleh oleh para ulama. Berikut ini akan disebutkan beberapa saja definisi Khilafah yang telah dihimpun oleh Al-Khalidi (1980), Ali Belhaj (1991), dan Al-Baghdadi (1995) :

Pertama, menurut Imam al-Mawardi (w. 450 H/1058 M), Imamah ditetapkan bagi pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Al-Ahkam as-Sulthaniyah, hal. 3).

Kedua, menurut Imam al-Juwayni (w. 478 H/1085 M), Imamah adalah kepemimpinan yang bersifat menyeluruh (riyasah taammah) sebagai kepemimpinan yang berkaitan dengan urusan khusus dan urusan umum dalam kepentingan-kepentingan agama dan dunia (Ghiyats al-Umam, hal. 15).

Ketiga, menurut Imam al-Baidhawi (w. 685 H/1286 M), Khilafah adalah pengganti bagi Rasulullah Saw oleh seseorang dari beberapa orang dalam penegakan hukum-hukum syariah, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib diikuti oleh seluruh umat (Hasyiyah Syarah ath-Thawali', hal.225).

Keempat, menurut ‘Adhuddin al-Iji (w. 756 H/1355 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum (riyasah 'ammah) dalam urusan-urusan dunia dan agama, dan lebih utama disebut sebagai pengganti dari Rasulullah dalam penegakan agama (I'adah al-Khilafah, hal. 32).

Kelima, menurut At-Taftazani (w. 791 H/1389 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum dalam urusan agama dan dunia, sebagai pengganti dari Nabi Saw dalam penegakan agama, pemeliharaan hak milik umat, yang wajib ditaati oleh seluruh umat (Lihat Al-Iji, Al-Mawaqif, III/603; Lihat juga Rasyid Ridha, Al-Khilafah, hal. 10).

Keenam, menurut Ibnu Khaldun (w. 808 H/1406 M), Khilafah adalah pengembanan seluruh (urusan umat) sesuai dengan kehendak pandangan syariah dalam kemaslahatan-kemaslahatan mereka baik ukhrawiyah, maupun duniawiyah yang kembali kepada kemaslahatan ukhrawiyah (Al-Muqaddimah, hal. 166 & 190).

Ketujuh, menurut Al-Qalqasyandi (w. 821 H/1418 M), Khilafah adalah kekuasaan umum (wilayah 'ammah) atas seluruh umat, pelaksanaan urusan-urusan umat, serta pemikulan tugas-tugasnya (Ma'atsir al-Inafah fi Ma'alim al-Khilafah, I/8).

Kedelapan, menurut Al-Kamal ibn al-Humam (w. 861 H/1457 M), Khilafah adalah otoritas (istihqaq) pengaturan umum atas kaum muslimin (Al-Musamirah fi Syarh al-Musayirah, hal. 141).

Kesembilan, menurut Imam ar-Ramli (w. 1004 H/1596 M), khalifah adalah al-imam al-a'zham (imam besar), yang berkedudukan sebagai pengganti kenabian, dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia (Nihayatul Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, VII/289).

Kesepuluh, menurut Syah Waliyullah ad-Dahlawi (w. 1176 H/1763 M), Khilafah adalah kepemimpinan umum (riyasah 'ammah)… untuk menegakkan agama dengan menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, melaksanakan jihad…melaksanakan peradilan (qadha'), menegakkan hudud…sebagai pengganti (niyabah) dari Nabi Saw (dikutip oleh Shadiq Hasan Khan dalam Iklil al-Karamah fi Tibyan Maqashid al-Imamah, hal. 23).

Kesebelas, menurut Syaikh al-Bajuri (w. 1177 H/1764 M), Khilafah adalah pengganti (niyabah) dari Nabi Saw dalam umumnya kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin (Tuhfah al-Murid 'Ala Jauhar at-Tauhid, II/45).

Keduabelas, menurut Muhammad Bakhit al-Muthi'i (w. 1354 H/1935 M), seorang Syaikh al-Azhar, Imamah adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan dunia dan agama (I’adah al-Khilafah, hal. 33).

Ketigabelas, menurut Mustafa Shabri (w. 1373 H/1953 M), seorang Syaikhul Islam pada masa Daulah Utsmaniyah, Khilafah adalah pengganti dari Nabi Saw dalam pelaksanaan apa yang dibawa Nabi Saw berupa hukum-hukum syariah Islam (Mawqif al-Aql wa al-'Ilm wa al-'Alim, IV/363).

Keempatbelas, menurut Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Khilafah adalah kepemimpinan umum dalam urusan-urusan agama dan dunia sebagai pengganti dari Nabi Saw (Tarikh al-Islam, I/350).

Analisis Definisi

Dari keempatbelas definisi yang telah disebutkan di atas, dapat dilihat sebetulnya ada 3 (tiga) kategori definisi, yaitu :

Pertama, definisi yang lebih menekankan pada penampakan agama (al-mazh-har ad-dini). Jadi, Khilafah lebih dipahami sebagai manifestasi ajaran Islam dalam pelaksanaan urusan agama. Misalnya definisi Al-Iji. Meskipun Al-Iji menyatakan bahwa Khilafah mengatur urusan-urusan dunia dan urusan agama, namun pada akhir kalimat, beliau menyatakan, "Khilafah lebih utama disebut sebagai pengganti dari Rasulullah dalam penegakan agama."

Kedua, definisi yang lebih menekankan pada penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi). Di sini Khilafah lebih dipahami sebagai manifestasi ajaran Islam berupa pelaksanaan urusan politik atau sistem pemerintahan, yang umumnya diungkapkan ulama dengan terminologi "urusan dunia" (umûr ad-dunya). Misalnya definisi Al-Qalqasyandi. Beliau hanya menyinggung Khilafah sebagai kekuasaan umum (wilayah 'ammah) atas seluruh umat, tanpa mengkaitkannya dengan fungsi Khilafah untuk mengatur "urusan agama".

Ketiga, definisi yang berusaha menggabungkan penampakan agama (al-mazh-har ad-dini) dan penampakan politik (al-mazh-har as-siyasi). Misalnya definisi Khilafah menurut Imam al-Mawardi yang disebutnya sebagai pengganti kenabian dalam penjagaan agama dan pengaturan urusan dunia.

Dengan menelaah seluruh definisi tersebut secara mendalam, akan kita dapati bahwa secara global berbagai definisi tersebut lebih berupa deskripsi realitas Khilafah dalam dataran empirik (praktik) —misalnya adanya dikotomi wilayah "urusan dunia" dan "urusan agama"— daripada sebuah definisi yang bersifat syar'i, yang diturunkan dari nash-nash syar’i. Selain itu, definisi-definisi tersebut kurang mencakup (ghayru jâmi'ah). Sebab definisi Khilafah seharusnya menggunakan redaksi yang tepat yang bisa mencakup hakikat Khilafah dan keseluruhan fungsi Khilafah, bukan dengan redaksi yang lebih bersifat deskriptif dan lebih memberikan contoh-contoh, yang sesungguhnya malah menyempitkan definisi. Misalnya ungkapan bahwa Khilafah bertugas menghidupkan ilmu-ilmu agama, menegakkan rukun-rukun Islam, melaksanakan jihad, melaksanakan peradilan (qadha'), menegakkan hudud, dan seterusnya. Bukankah definisi ini menjadi terlalu rinci yang malah dapat menyulitkan kita menangkap hakikat Khilafah? Juga bukan dengan redaksi yang terlalu umum yang cakupannya justru sangat luas. Misalnya ungkapan bahwa Khilafah mengatur "umumnya kemaslahatan-kemaslahatan kaum muslimin". Atau bahwa Khilafah mengatur "kemaslahatan-kemaslahatan
duniawiyah dan ukhrawiyah". Bukankah ini ungkapan yang sangat luas jangkauannya?

Sesungguhnya, untuk menetapkan sebuah definisi, sepatutnya kita perlu memahami lebih dahulu, apakah ia definisi syar'i (at-ta'rif asy-syar'i) atau definisi non-syar'i (at-ta'rif ghayr asy-syar'i) (Zallum, 1985:51). Definisi syar'i merupakan definisi yang digunakan dalam nash-nash al-Qur'an dan as-Sunnah, semisal definisi sholat dan zakat. Sedang definisi non-syar'i merupakan definisi yang tidak digunakan dalam nash-nash al-Qur'an dan as-Sunnah, tetapi digunakan dalam disiplin ilmu tertentu atau kalangan ilmuwan tertentu, semisal definisi isim, fi'il, dan harf (dalam ilmu Nahwu-Sharaf). Contoh lainnya misalkan definisi akal, masyarakat, kebangkitan, ideologi (mabda'), dustur (UUD), qanun (UU), hadharah (peradaban), madaniyah (benda sarana kehidupan), dan sebagainya

Jika definisinya berupa definisi non-syar'i, maka dasar perumusannya bertolak dari realitas (al-waqi'), bukan dari nash-nash syara'. Baik ia realitas empirik yang dapat diindera atau realitas berupa kosep-konsep yang dapat dijangkau faktanya dalam benak. Sedang jika definisinya berupa definisi syar'i, maka dasar perumusannya wajib bertolak dari nash-nash syara' al-Qur'an dan as-Sunnah, bukan dari realitas. Mengapa? Sebab, menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, definisi syar'i sesungguhnya adalah hukum syar’i, yang wajib diistimbath dari nash-nash syar'i (Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyah, III/438-442; Al-Ma’lumat li asy-Syabab, hal. 1-3). Jadi, perumusan definisi syar'i, misalnya definisi sholat, zakat, haji, jihad, dan semisalnya, wajib merujuk pada nash-nash syar'i yang berkaitan dengannya.

Apakah definisi Khilafah (atau Imamah) merupakan definisi syar'i? Jawabannya, ya. Sebab nash-nash syar'i, khususnya hadits-hadits Nabi Saw, telah menggunakan lafazh-lafazh "khalifah" dan "imam" yang masih satu akar kata dengan kata Khilafah/Imamah. Misalnya hadits Nabi, "Jika dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya." [Shahih Muslim, no. 1853]. Imam al-Bukhari dalam Shahihnya telah mengumpulkan hadits-hadits tentang Khilafah dalam Kitab al-Ahkam. Sedang Imam Muslim dalam Shahihnya telah mengumpulkannya dalam Kitab al-Imarah (Ali Belhaj, 1991:15). Jelaslah, bahwa untuk mendefinisikan Khilafah, wajiblah kita memperhatikan berbagai nash-nash ini yang berkaitan dengan Khilafah.

Dengan menelaah nash-nash hadits tersebut, dan tentunya nash-nash al-Qur'an, akan kita jumpai bahwa definisi Khilafah dapat dicari rujukannya pada 2 (dua) kelompok nash, yaitu:

Kelompok Pertama, nash-nash yang menerangkan hakikat Khilafah sebagai sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia.

Kelompok Kedua, nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yaitu: (1) tugas menerapkan seluruh hukum-hukum syariah Islam, (2) tugas mengemban dakwah Islam di luar tapal batas negara ke seluruh bangsa dan umat dengan jalan jihad fi sabilillah

Nash kelompok pertama, misalnya nash hadits, "Maka Imam yang (memimpin) atas manusia adalah (bagaikan) seorang penggembala dan dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)." [Shahih Muslim, XII/213; Sunan Abu Dawud, no. 2928, III/342-343; Sunan at-Tirmidzi, no. 1705, IV/308]. Ini menunjukkan bahwa Khilafah adalah sebuah kepemimpinan (ri'asah/qiyadah/imarah). Adapun yang menunjukkan bahwa Khilafah bersifat umum untuk seluruh kaum muslimin di dunia, misalnya hadits Nabi yang mengharamkan adanya lebih dari satu khalifah bagi kaum muslimin seperti telah disebut sebelumnya (Shahih Muslim no. 1853). Ini berarti, seluruh kaum muslimin di dunia hanya boleh dipimpin seorang khalifah saja, tak boleh lebih. Dan kesatuan Khilafah untuk seluruh kaum muslimin di dunia sesungguhnya telah disepakati oleh empat imam madzhab, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam asy-Syafi'i, dan Imam Ahmad, rahimahumullah (Lihat Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib al-Arba'ah, V/308; Muhammad ibn Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf al-A'immah, hal. 208).

Nash kelompok kedua, adalah nash-nash yang menjelaskan tugas-tugas khalifah, yang secara lebih rinci terdiri dari dua tugas berikut:

Pertama, tugas khalifah menerapkan seluruh hukum syariah Islam atas seluruh rakyat. Hal ini nampak dalam berbagai nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mengatur muamalat dan urusan harta benda antara individu muslim (Qs. al-Baqarah [2]: 188; Qs. an-Nisâ' [4]: 58), mengumpulkan dan membagikan zakat (Qs. at-Taubah [9]: 103), menegakkan hudud (Qs. al-Baqarah [2]: 179), menjaga akhlaq (Qs. al-Isrâ' [17]: 32), menjamin masyarakat dapat menegakkan syiar-syiar Islam dan menjalankan berbagai ibadat (Qs. al-Hajj [22]: 32), dan seterusnya.

Kedua, tugas khalifah mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dengan jihad fi sabilillah. Hal ini nampak dalam banyak nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mempersiapkan pasukan perang untuk berjihad (Qs. al-Baqarah [2]: 216), menjaga tapal batas negara (Qs. al-Anfâl [8]: 60), memantapkan hubungan dengan berbagai negara menurut asas yang dituntut oleh politik luar negeri, misalnya mengadakan berbagai perjanjian perdagangan, perjanjian gencatan senjata, perjanjian bertetangga baik, dan semisalnya (Qs. al-Anfâl [8]: 61; Qs. Muhammad [47]: 35).

Berdasarkan dua kelompok nash inilah, dapat dirumuskan definisi Khilafah secara lebih mendalam dan lebih tepat. Jadi, Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia. Definisi inilah yang telah dirumuskan oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani (w. 1398 H/1977 M) dalam kitab-kitabnya, misalnya kitab Al-Khilafah (hal. 1), kitab Muqaddimah ad-Dustur (bab Khilafah) hal. 128, dan kitab Asy-Syakshiyyah al-Islamiyah, Juz II hal. 9. Menurut beliau juga, istilah Khilafah dan Imamah dalam hadits-hadits shahih maknanya sama saja menurut pengertian syar'i (al-madlul asy-syar'i).

Definisi inilah yang beliau tawarkan kepada seluruh kaum muslimin di dunia, agar mereka sudi kiranya untuk mengambilnya dan kemudian memperjuangkannya supaya menjadi realitas di muka bumi, menggantikan sistem kehidupan sekuler yang kufur saat ini. Pada saat itulah, orang-orang beriman akan merasa gembira dengan datangnya pertolongan Allah. Dan yang demikian itu, sungguh, tidaklah sulit bagi Allah Azza wa Jalla.

Daftar Pustaka

Ad-Dimasyqi, Muhammad ibn Abdurrahman (Qadhi Shafd). 1996. Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al-A`immah. Cetakan I. (Beirut : Darul Fikr).

Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1995. “Mafhum Al-Khalifah wa Al-Khilafah fi Al-Hadharah Al-Islamiyah”. Majalah Al-Khilafah Al-Islamiyah. No 1 Th I. Sya’ban 1415 H/Januari 1995 M. (Jakarta : Al-Markaz Al-Istitiratiji li Al-Buhuts Al-Islamiyah).

Al-Jaziri, Abdurrahman. 1999. Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah. Juz V. Cetakan I. (Beirut : Darul Fikr).

Al-Khalidi, Mahmud Abdul Majid. 1980. Qawaid Nizham Al-Hukm fi Al-Islam. (Kuwait : Darul Buhuts Al-‘Ilmiyah).

Anis, Ibrahim et.al. 1972. Al-Mu’jam Al-Wasith. (Kairo : Darul Ma’arif).

An-Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Ay-Syakhshiyyah Al-Islamiyah. Juz III (Ushul Al-Fiqh). (Al-Quds : Min Mansyurat Hizb Al-Tahrir).

----------.1953. Ay-Syakhshiyyah Al-Islamiyah. Juz II. (Al-Quds : Min Mansyurat Hizb Al-Tahrir).

----------. 1963. Al-Ma’lumat li Asy-Syabab. (t.tp. : t.p.).

----------. 1963. Muqaddimah Ad-Dustur. (t.tp. : t.p.).

Ath-Thamawi, Sulaiman. 1967. As-Sulthat Ats-Tsalats fi Ad-Dasatir Al-Arabiyah al-Mu’ashirah wa fi Al-Fikr As-Siyasi Al-Islami. (Kairo : Darul Fikr Al-‘Arabi).

Az-Zuhaili, Wahbah. 1996. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Juz IX (Al-Mustadrak). Cetakan I. (Damaskus/Beirut : Darul Fikr).

Belhaj, Ali. 1991. Tanbih Al-Ghafilin wa I’lam Al-Ha`irin bi Anna I’adah Al-Khilafah min A’zham Wajibat Hadza Ad-Din. (Beirut : Darul ‘Uqab).

Munawwir, Ahmad Warson. 1984. Kamus Al-Munawwir. Cet. Ke-1. (Yogyakarta : PP. Al-Munawwir Krapyak).

Zallum, Abdul Qadim. 1985. Hizb Al-Tahrir. (t.tp. : t.p.).



Oleh: M. Shiddiq al-Jawi

Minggu, 17 Januari 2010

SANG SYAHID YANG BERJALAN DI MUKA BUMI

Saat itu genting!

Baginda Rasulullah SAW bersama para sahabat berusaha mendaki bukit, tiba2 sekelompok pasukan musyrikin berhasil menyusulnya sekaligus ingin membunuh Baginda.

Saat itu Baginda bersabda:" Siapa yang ingin menghadang pasukan itu akan menjadi pendampingku disyurga?"

Thalhah langsung menyahut " Aku wahai Rasulullah".
Namun Baginda menolaknaya dgn berkata :" tetaplah enkau pada posisimu"

Lalu seorang laki-laki dari kalangan Ansar berkata "Aku wahai Rasulullah"
Baginda menjawab:" Benar! kamulah yang akan menghadapi mereka". Laki-laki itupun bertempur menghadapi musuh hingga akhirnya dia terbunuh.

semakin Genting!

Peristiwa itu terjadi berulang2 kali,sehingga semua pengawal yang menyertai baginda gugur syahid kecuali Thalhah.

dan ketika itu pasukan musyrikin Quraisy berhasil menyusul Nabi SAW, lalu Baginda bersabda:" sekarang hadapilah mereka wahai Thalhah"

Disaat Baginda diserang dan menghadapi luka2, Thalhah dengan tegar tampil menghadang setiap musuh yang cuba mendekati baginda.

Abu Bakar berkata: waktu itu aku dan Abu Ubaidah b. Jarrah berada dalam posisi yang lebih jauh dari baginda, dan ketika kami berhasil mendekati baginda utk menolongnya, baginda bersabda:" Tinggalkan diriku dan tolonglah sahabatmu(Thalhah)". dan ternyata sekujur tubuh berlumuran darah serta tujuh puluhan luka2 terjatuh di sebuah lobang tak sedarkan diri.

Mengenang kembali peristiwa itu, Rasulullah SAW sering mengatakan:" Barang siapa yang ingin melihat syahid yang masih berjalan dipermukaan bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah".


Abu Bakar as-Siddiq jika terkenang peristiwa Uhud, beliau berkata:

"Hari itu.. semuanya milik Thalhah"

Rabu, 13 Januari 2010

Jubir HTI: Pluralisme Bertentangan dengan Prinsip Aqidah Islam

Wafatnya Gus Dur menjadi momentum bagi para pengusung pluralisme untuk semakin menggencarkan penyebaran paham yang jelas-jelas bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, sehingga MUI pun telah memfatwakan haram untuk menyebarkan paham Sipilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) itu. Bagaimana pandangan HTI terkait masalah ini? Berikut petikan wawancara wartawan mediaumat.com dengan Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto pada hari Selasa (12/1/2010).

Bagaimana pandangan HTI terhadap pluralisme?

Pertama, kita harus membedakan antara pluralitas dan pluralisme. Pluralitas adalah sebuah keadaan dimana di tengah masyarakat terdapat banyak ragam ras, suku, bangsa, bahasa dan agama. Ini adalah sebuah kenyataan masyarakat sebagai hasil dari proses-proses sosiologis, biologis dan historis yang telah berjalan selama ini. Secara biologis, Allah SWT memang menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa dengan warna kulit, bentuk muka dan rambut serta bahasa yang berbeda-beda. Sedang secara sosiologis, karena manusia bebas memilih, maka wajar bila manusia mempunyai keyakinan atau agama yang berbeda-beda. Jadi, ragam agama, sebagaimana juga ragam ras, suku, bangsa dan bahasa adalah kenyataan yang sangat manusiawi, karenanya semua harus kita terima sebagai sebuah kenyataan masyarakat.

Sementara, berbeda dengan pluralitas, pluralisme adalah paham yang menempatkan keragaman sebagai nilai paling tinggi dalam masyarakat. Pluralisme agama adalah sebuah paham yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Agama apapun dalam pandangan paham ini hanyalah merupakan jalan yang berbeda untuk menuju titik kebenaran yang sama (other way to the same truth). Karena itu, tidak boleh ada klaim kebenaran atau truth claim dari agama manapun bahwa agama itulah yang paling benar, dan juga tidak boleh ada klaim keselamatan atau truth salvation bahwa hanya bila memeluk agama itu saja umat manusia akan selamat dari siksa neraka. Menurut paham ini, karena agama yang ada hanya jalan yang berbeda menuju titik kebenaran yang sama, maka semua agama pasti akan menghantarkan pemeluknya menuju surga.

HTI memandang, pluralitas dalam arti keragaman ras, suku, agama, bangsa, bahasa dan agama harus kita terima. Sedang pluralisme, apalagi pluralisme agama harus kita tolak karena bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah Islam.

Apa bahaya pluralisme? Apakah bahaya itu hanya menyangkut pluralisme teologi sedang pluralisme sosiologi tidak?

Pluralisme, apalagi pluralisme agama, tentu sangat berbahaya. Pertama, secara i’tiqadi paham ini merusak aqidah Islam. Pluralisme agama adalah sejenis sinkretisme, yakni paham yang menyamadudukkan agama. Artinya semua agama menurut paham ini hakekatnya sama. Yang berbeda hanyalah bentuk luarnya atau aspek eksoterisnya saja, sedang aspek esoterisnya atau inti ajaran agama, semuanya sama, yakni menuju kepada Tuhan yang sama. Paham semacam ini jelas bertentangan dengan aqidah Islam karena menurut aqidah Islam hanya Islam saja agama yang benar, yang diridhai Allah SWT, dan barang siapa mencari agama selain Islam pasti tertolak dan di negeri akhirat termasuk orang yang merugi karena pasti akan masuk neraka selama-lamanya.

Sementara secara empiris, paham ini membuat orang tidak lagi kokoh memegang aqidah dan syariah Islam, bahkan akan cenderung memusuhi karena menganggap ide penerapan syariah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara misalnya, berarti hanya mengunggulkan agama Islam dari agama lain yang ada. Inilah salah satu faktor yang membuat mengapa upaya penerapan syariah di negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini terasa begitu sulit karena tak henti ditentang oleh umat Islam termasuk tokoh-tokohnya yang berpandangan pluralisme tadi. Karena itu, fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme agama sudah sangat tepat, dan bila ada upaya yang ingin menghapus fatwa itu harus tegas ditolak

Apakah berarti HTI tidak mengakui keragaman agama, suku dan bangsa?

HTI sangat mengakui keragaman agama, suku, ras, bangsa dan bahasa. Sekali lagi, itu semua adalah realitas dari pluralitas masyarakat. Dan ingat, Islam tidak pernah merasa asing dengan pluralitas masyarakat. Dalam sejarahnya, semua masyarakat yang dibentuk Islam di masa lalu, termasuk masyarakat Islam pertama yang dibentuk Nabi di Madinah, selalu adalah masyarakat plural. Ketika risalah Islam diturunkan untuk membawa rahmat kepada seluruh alam, itu artinya rahmat kepada pluralitas masyarakat. Maksudnya, sebuah masyarakat plural, yang terdiri dari ragam ras, suku, bangsa, bahasa dan agama itu, benar-benar akan mendapatkan kebaikan bila diatur dengan syariah Islam.

Bagaimana syariah memposisikan non muslim berkaitan dengan agama dan hak-hak pokok mereka?

Islam memposisikan non muslim dengan sangat baik. Mereka akan dianggap sebagai bagian integral dari masyarakat Islam. Meski mereka warga non muslim, harus tetap dihormati dan tidak boleh didzalimi. Harta, jiwa dan kehormatan mereka tidak boleh dicederai. Mereka juga tidak boleh dipaksa masuk Islam. Sebagai ahludz dzimmah, mereka berhak mendapatkan perlindungan agama, harta, jiwa dan kehormatan. Itulah mengapa dalam sejarah peradaban Islam, warga non muslim bisa hidup aman, damai dan sejahtera di tengah-tengah mayoritas warga muslim. Tidak sekalipun pernah tercatat pemberontakan warga non muslim dalam masyarakat Islam.

Bagaimana menyikapi pro kontra terhadap pemikiran dan kebijakan Gus Dur?

Menanggapi pemikiran dan kebijakan Gus Dur, semua harus dikembalikan kepada ketentuan Islam. Apa saja pemikiran dan kebijakan Gus Dur yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, misalnya tentang pluralisme agama, tentang upaya untuk mencabut larangan PKI atau sikap dia yang membela Ahmadiyah dan lainnya, semua itu harus ditolak. Sementara apa saja pemikiran dan kebijakan dia yang baik, yang sesuai dengan aqidah dan syariah, boleh kita dukung. Nah, kini beliau sudah meninggal, kita berharap semoga semoga semua kesalahannnya diampuni dan amal baiknya diterima Allah SWT. Amin.

Sumber: mediaumat.com (12/1/2010)

Arsip Blog

chating pengunjung


ShoutMix chat widget

kegiatan

 

"BERFIKIR IDEOLOGIS, BERTINDAK SIYASIH, ISTIQAMAH DALAM DAKWAH" | Copyright © Hanya Milik Allah SWT | template By: NdyTeeN.. Powered by Blogger.